One of my best traveling ever: Bromo Trip.


#jilbabtraveler goes to Bromo

aku bukan pendaki yang baik.
aku ga doyan trekking, alasannya klasik: ga kuat.
hampir di setiap trek, aku selalu berada di posisi paling belakang.

di cuban talun, trek pendek ke air terjun (FYI, memang cukup curam dan licin) aku dan atika berada di posisi paling belakang. sedangkan 4 orang temanku, irham, surya, dina, sista udah mendahului jauuh di depan.

di china, waktu yang lain pada semangat mendaki ke bukit untuk liat waterfall yang katanya super cantik dan dingin, aku sama anisa (another Indonesian) milih buat putar balik. alasan pertama, aku perlu fokus nelpon air asia china untuk mengkonfirmasi koper yang sempet ilang, alasan kedua, apalagi kalo bukan..ngga kuat ndaki.

di bandung, waktu main jalan-jalan ke gua belanda, gua jepang, dan tangkuban perahu. Dina, Sista, Arum udah jalan duluan. aku milih dibelakang dengan dalih ingin jalan santai. pret.

dan, di Bromo.
terhitung sudah 2 kali ini aku mampir ke vulcano cantik yang dekat dengan Malang, Probolinggo, dan Lumajang. bromo ngga begitu tinggi, tingginya hanya sekitar 2300an meter. Menggapai Bromo ngga terhitung sulit, karna Bromo ini salah satu travel spot mainstream yang ada di Jawa Timur. Selalu ada dalam brosur Visit East Java dengan view gunung Bromo, Batok, dan awan-awan yang menyelimuti. Kalau mau naik motor dari arah Malang, lewat pananjakan aja. Ideal buat lihat sunrise, karna rute Pananjakan akan membawa pengunjung langsung ke bukit sebrang Bromo, which is tempat ideal buat sunrise hunter. Dan memang di bukit Pananjakan ini lah yang ideal buat lihat sunrise. Ngga sulit kok, hanya saja melewati hutan dan beberapa bukit yang ngga ada penerangannya. kanan kiri jurang, gelap banget. jadi harus hati-hati. ideal buat pengendara motor, kalo pada pake mobil, nanti sebelum arah bukit pananjakan bakal ada information centre yang menyewakan jeep. mobil harus stay disitu, dan hanya jeep yang diperbolehkan menapak jalanan pananjakan.

Opsi lain, lewat jalan umum, jalan besar ke probolinggo arah bromo. Jalan ini mudah dan umum, ngga ada tanjakan-tanjakan curam. Mobil juga mudah lewat sini. tapi untuk dapet sunrise point yang keren, memang lebih baik di pananjakan.

Opsi lain kalo ngga bawa kendaraan pribadi, bisa ngebis aja dari arjosari ke terminal probolinggo. trus nanya-nanya deh bis mana yang bisa arah ke bromo. kurang lebih gitu kali ya, aku juga belom pernah nyoba jalur kendaraan umum.


***
gaul sama bule Leipzig, Jerman

fanas!
Pertama kali ke Bromo, GRATIS.
sama BULE pula. heheh berasa aku gila bule ya? ah ngga kok, sungguh.
kegratisan itu sebagai hadiah dari panitia JSP (program diskusi antar fakultas hukum UB dan Leipzig) kepada para participants. Juga sebagai city tour buat si bule-bule, biar ngga jenuh diskusi mulu di kelas. Tapiiii, pemilihan waktunya buruk banget. tim baru berangkat jam 9an pagi. Karna kami rombongan, bawa bule, sunrise juga udah lewat, akhirnya kami lewat Probolinggo yang memakan waktu hampir 3 jam perjalanan. Sampe Bromo ya, jam 1an siang lah.

Waktu itu musim panas bulan September 2012, matahari terasa lebih menyengat. Segara wedi, hamparan pasir yang ada di bawah gunung Bromo, perputar-putar menciptakan badai kecil. ngeri dan males lihatnya. tapi kalau ngga turun juga sia-sia dong sudah sampe sini. dan bener aja, saat mobil udah turun ke segoro wedi, siap-siap mau naik, pasir-pasir masih berputar hebat, sebagian besar menempel diwajah. semua orang mendadak berjilbab dan berkacamata. beberapa penduduk lokal menawarkan kudanya dengan harga yang cukup mahal, range 50 ribu - 100 ribu. Padahal, kalo pagi hari 10 ribu pun dapet. mungkin karena sudah sepi dan tahu kalo kami bawa bule.

kelebihannya adalah: SEPI.
ya iyalah, siapa jugaa mau ke Bromo siang-siang mentereng kayak gitu.

sebelumnya, aku dan Mba Suci sudah menyiapkan susu bear brand. takut kalo sesak nafas. Sekalipun panas, udaranya tetep dingin, ditambah angin yang kenceeng. Kami serombongan memulai trek yang sebetulnya, termasuk trek pendek.

tapi ditengah jalan, aku melakukan penawaran dengan penduduk lokal yang menggiring kuda berponi, dan dapat seharga kurang lebih 40 ribu. well, akhirnya aku naik kuda.
*lambaikan tangan ke kamera*
mba suci pun, demikian.

kuda hanya berhenti di mulut tangga, sedangkan untuk mencapai ke kawah, kami harus menaiki puluhan anak tangga. beberapa diantaranya terlihat sudah rusak dan tertutupi pasir. duh parah. aku dan mba suci yang udah menggos-menggos, lagi-lagi berada di posisi paling belakang.

Close to Teletubies Hill. Nice Savanah! :)

***

Kunjungan kedua, adalah 17 Februari lalu.
Agenda pada hari itu adalah bertemu Echo Zheng (Echo kalo dibaca dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar akan terdengar seperti EKO), salah seorang AIESECer ZJU China, teman baik buddy ku di China sekaligus teman yang sangat helpful selama aku disana. Saat mendengar dia lagi di Semarang untuk exchange, bergegas aku menghubungi dan menanyakan agenda-agenda travelingnya.

itinerary singkatnya seperti ini:
16 ba'da isya, dia sudah sampe di malang
17 dini hari, mendaki ke bromo
17 di bromo dan malang
17 malam, ke surabaya
18 pagi ke bali
18 - 24 ke bali dan lombok

jadwal ini aku peroleh sangat mendadak. keputusanku untuk ikut ke bromo, juga baru aku tetapkan tanggal 16 pagi, karena dia di bromo sama 11 orang temannya dan penduduk lokal yang mana bisa sangat membantu. sehingga dia hanya minta ditemenin waktu di malang. namun pertimbanganku adalah, tidak akan bisa semudah itu untuk koordinasi, apalagi yang nantinya ke surabaya dan bali hanya 3 orang dan selama di surabaya mereka akan menginap di rumahku. jadi aku memutuskan untuk ikut. syukur, kala itu ada yang mau membantu memberi arahan. aku dan Echo janjian untuk ketemuan di pananjakan untuk lihat sunrise. Dia menginap di homestay daerah Wonokitri, yang juga dekat dengan pananjakan.

Aku berangkat dari Malang jam setengah 2 dini hari, dan perjalanan memakan waktu sekitar 2 jam. Bermodal GPS, gelap, dan belum pernah lewat pananjakan sebelumnya memang sedikit mengkhawatirkan. Tapi, dengan bismillah, aku percaya *senyum*
Jalanan, gelap sekali. kalau ngga ada kendaraan di belakang, betul-betul tidak bisa melihat apa-apa. tapi pemandangan di langit dan di kota, jangan ditanya. luar biasa cantiiik! Dengan jelas gugusan bintang bisa terlihat, syukur langit pada malam itu sangat cerah. Lampu-lampu kota juga terlihat cantik. Malang masih tidur.

view dari Pananjakan
Meeting point di Pananjakan yang aku janjikan sebelumnya ternyata luar biasa ramai. aku yang datang sekitar pukul 4 mendapati sunrise point sudah di-tag oleh puluhan orang. spot-spot foto pun sudah penuh. Namun aku tidak sepenuhnya menyesal, toh kala itu kaki langit sangat mendung. Sunrisenya kelabu. Di Pananjakan tidak ada mushola, untuk jilbab traveler dan muslim traveler lainnya, silahkan mencari tempat teraman untuk subuhan. Aku bahkan, kala itu memilih untuk subuhan di padang rumput. Di China, aku memang sempat sholat di kendaraan yang sedang berjalan, tanpa tahu arah kiblat. Disini, mudah diketahui kiblatnya mana, tapi subhanallah, baru kali ini aku sholat di alam bebas.

Entah anugrah atau musibah, aku merasa begitu bersyukur kala itu.

aku batal bertemu Echo disini, sebagai gantinya, kami memilih bertemu di Bromo. 

Jalan dari Pananjakan turun ke Bromo sangat indah, di persimpangan sesekali Bromo mengintip bersama pancaran surya. tapi juga sekaligus sangat sangat curam. Kanan kiri betul betul tebing yang tinggi, harus super hati-hati dan memilih pengendara yang lolos sim C maupun A tanpa nembak. turun bukit, baru disambut sengan savana yang luas, hijau, dan sejuk. pasirnya saja dingin, rerumputannya masih penuh embun. 

Dan pagi itu, setidaknya bagiku, aku nobatkan sebagai salah satu pagi terindah dalam hidup.

Kembali ke Echo, dia yang aku tungguin lama, ternyata masih sarapan. aku yang dengan bodohnya, langsung turun ke Bromo tanpa mikir sarapan. Lupa, sama sekali lupa bahwa di sini ngga ada orang jual makan. Mana  aku juga bertanggung jawab atas orang lain. Kind of stupidity.

Karena kelamaan nunggu, aku berniat mengunjungi bukit teletubies. Saat ke Bromo pertama kali, aku sempat ke Bukit Teletubies dan savana disana, lebih cantik dan sejuk. sayangnyaaa, belum nyampe bukit teletubies, Echo sms kalo sudah nyampe Bromo. aku yang susah payah kembali ke trek awal dan sampe nyasar, ditinggal sama Echo. Dia naik duluan. Aseem..

akhirnya aku dan Echo, ketemuan di atas kawah. Well, a nice meeting point then.

Bisa senyum karna udah turun..

Dan lagi - lagi, aku yang sebelumnya yakin dan di tantang untuk menolak kuda perponi, akhirnya kembali melambaikan tangan ke kamera. Aku runtuh dengan tawaran kuda berponi seharga 10 ribu rupiah. disamping, kala itu memang dingin dan dalam kondisi naik. Aku yang punya sesak nafas dan jarang olahraga ini, memang perlu kuda berponi yang mampu menopang tubuh.

Tapi toh akhirnya, aku beri 15 ribu. Kasian dengan bapak yang membantu menopangku saat naik dan turun kuda, yang mengatakan, "beh, 70 kilo ini..."

Echo and Me!
This is one of my best day of traveling,
ever.

Tidak ada komentar