Hari kamis sore, Nying-nying,
seorang teman yang ngocol, agak feminim, dan kami menjadi teman seperjalanan dan
satu kegiatan dalam summer school di Leipzig bulan Juli lalu. Dia mengirimku pesan
singkat melalui aplikasi Line. Inti dari pesan itu adalah kami (peserta JSP)
diminta bersiap – siap untuk seleksi ke jepang. Besok. (aku lupa seleksinya tanggal berapa, seingatku sekitar hari Jum'at, 25 Oktober atau 1 November)
What?!
Aku sama sekali ngga punya ide
apa – apa mengenai persiapan wawancara selain mengumpulkan pengetahuan mengenai
fakultas hukum, prestasinya, dan mengenai alasan tersirat aku layak diberangkatkan
ke Jepang. Ternyata, begitu bu Milda datang, kami ngga hanya diminta untuk
presentasi mengenai fakultas saja, tapi juga menunjukkan bentuk budaya
Indonesia apa yang dikuasai. Yang ada di pikiranku tentu saja: nari. Dan
satu2nya tarian yang sepertinya memiliki gerakan dasar yang masih ku ingat
adalah tari pendet. Sedangkan teman – teman lain memilih untuk juga menari,
entah itu nari tradisional dan kuda lumping (tradisional juga sih ya) plus
nyanyi.
Saat tiba giliran nying-nying
yang diseleksi, aku, nickita, inaya menunggu di luar ruangan sambil nggosip dan
membicarakan acara aneh macam apa ini, seleksinya mendadak sekali. Inaya tiba –
tiba bertanya, “kalo ke jepang, oleh – oleh yang khas tuh apa ya?”
Aku nyeplos aja , “dorayaki ama
pamerin foto di depan gunung fuji!”
“boleh, tuh!”
***
Seleksi hanya sekitar setengah
jam sebelum akhirnya bu Milda berlari kecil ke ruang PD 1 untuk berdiskusi
dengan Pak Ali dan kemudian memanggil kami berempat untuk memasuki ruangan.
Kami dibiarkan deg-deg.an. karena hanya satu orang yang diambil, tidak ada
toleransi.
Kami berempat bergandengan
tangan sambil sesekali merem-merem cantik supaya lebih dramatis. Inaya berucap singkat, “guys, siapapun dari kita nanti yang terpilih ,
pokoknya oleh – olehnya!”
Nying – nying lanjut bilang, “iya
iya, siapapun yang kepilih entar, kita tetep berteman ya,”
Iya, sekilas memang mirip seleksi dengan
sistem eliminasi yang diadakan oleh beberapa stasiun tv swasta.
“saya dan pak ali sudah memilih,”
bu milda memotong kebersamaan kami dengan senyum penuh intrik. “kalian semua
bagus, memiliki bahasa inggris yang memadai, namun sayang, ada satu orang dari
kalian yang secara kemampuan budaya tradisionalnya lebih menonjol.” Beliau diam
sebentar. Kami ikutan diam, dan lirik-lirik’an. “dan seorang itu adalah… selamat
buat Nabilla!”
*kaget*
Mba ade, seorang yang bertanggung
jawab dalam hal administrasi dan persuratan jajaran dekan, detik itu juga
langsung membuatkan surat tugas yang bertuliskan nama dan nimku dengan tugas: mengikuti student exchange di Jepang.
Aku masih melayang dalam perasaan
antara takut-kaget-sueneng-cemas-bingung-hore. Mba ade menginstruksikan untuk
segera membawa surat tersebut ke IO, dan baru aku tahu kalo UB punya IO hahaha
letaknya di sebelah perpustakaan pusat. Sesampainya disana, aku diomelin sama
bapak-bapak berkumis tebal yang kemudian aku ketahui namanya adalah Pak Heri.
Di kemudian hari, beberapa teman memanggil beliau “Dementor” *for fun only*
“mbak! Ini tu hari apa, dan kamu
baru ngumpulin sekarang?!” tau-tau beliau menyambutku dengan semprotan yang sama sekali ngga aku mengerti.
Aku cuma bisa ngaplo. Lah seleksi aja baru tadi pagi.
“ya gini ini yang bikin lama, yaudah
ini kamu ambil," beliau terus berbicara sambil mencomot kertas yang berserakan di meja kerjanya lalu dikumpulkan jadi satu, di jepret dan diberikan ke aku. "ini dibaca dulu agar mengerti, lalu tanya temenmu gimana ngurusnya!”
Aku yang masih bingung secara ngga sadar menerima kumpulan kertas itu dengan tangan kiri. Pak Heri dengan sigap langsung mengingatkan, "Eits! pake tangan apa itu nerimanya?" aku geli sendiri pengen ketawa, tapi pada akhirnya toh aku minta maaf.
Masih dalam keadaan bingung, aku keluar ruangannya pak Heri. Disana ada beberapa anak yang masih berurusan dengan beliau, ternyata mereka yang akan menjadi teman seperjalanan selama di Jepang. Di ruang tamu IO, aku ketemu Angga, mahasiswa FEB yang aku kenal sejak semester 1. Singkat cerita ternyata Angga yang menjadi perwakilan dari FEB untuk ikut student exchange ini. Dia ternyata sudah mengurus beberapa keperluan untuk visa sejak beberapa hari sebelumnya, makin jelas sudah bahwa Fakultasku yang nelat, entah nelat nerima surat atau nelat merespon. Dan makin jelas juga, ternyata omelan Pak Heri ngga hanya di aku aja, yang sudah ngurus lebih awal aja kena semprot. hehehe. Besar kemungkinan temen-temen yg lain dapet pengalaman serupa. Saat di Jepang, itu semua terbukti.
Ditengah obrolan, Angga nyeletuk,
"enak banget kamu abis dari Jerman trus ke Jepang,"
aku menjawab basa basi.
Karena posisi saat itu cukup dilematis, ditengah berbagai persoalan organisasi yang sulit sekali aku tinggal, ternyata harus aku tinggal juga. Terkadang waktu yang demikian sangat rawan untuk disalah artikan beberapa pihak, dan hal itu yang sebenarnya aku hindari.
Tapi ya, amanah memang tidak pernah mudah.
***
"entah anugrah atau musibah, inginku hanya berprasangka baik padaNya.."
Tidak ada komentar