Karena (kita) Perempuan

"Dia memasak makananku, mencuci bajuku, dan merawat anak-anak ku; padahal semua bukan kewajiban atasnya. Sabarlah atas wanita.." - Umar Bin Khattab

Bulan Januari lalu, seorang teman dari kota sebelah main selama beberapa hari di Malang. Sudah sekitar 6 bulan dia "hijrah" dari Malang. Ia pun menyempatkan ketemuan dengan saya, menagih cerita, berbagi kisah. Kami kebetulan sama-sama berencana untuk mendaftar S2 di salah satu PTN tahun ini.

Temanku ini adalah seorang yang cukup saya percaya untuk berbagi cerita dan menjadi diri saya sendiri, begitu dia datang, dia pun nyeletukin, katanya saya lebih feminim. Ini antara bangga atau sakit hati, sudah berjilbab pake rok dari kemaren2 kurang feminim apa coba..

Anyway, ada salah satu celetukannya yang bikin mikir.
Saya bercerita tentang rencana studi. Dia hanya menunduk dan nyengir, kemudian bilang,
"tapi kon iku wedok lho nab..." (tapi kamu itu perempuan, nab)
saya jadi mikir bentar, trus ketawa. sudah tau ini bahasannya bakal mengarah kemana. dia pun melanjutkan, "bukannya aku seorang yang feodal dan menganggap cewek gak boleh sekolah tinggi-tinggi. Tapi lo itu nantinya punya kewajiban lain yang lebih utama dan woy nab, cowok bisa minder. Pantes sampe sekarang lo gak punya pacar.."

Untung saya sudah lebih feminim, kalo nggak pasti orang ini sudah saya gibeng.
saya pun menjelaskan panjang kali tinggi kali volume mengenai point of view saya, sebenarnya bukan kali pertama. Entah karena dianya gak paham-paham ataukah saya yang nggak enthos memahamkan. Dia akhirnya manggut-manggut. Pembicaraan kami break untuk shalat maghrib.

Seusai sholat saya teringat, ada yang pernah bilang ke saya melalui surat, bahwa rencana studi yang sempat saya utarakan sekilas pada suatu forum ternyata "menggetarkan hati". Dia, si penulis, tidak menyangka bahwa saya yang seperti ini, ternyata mengidamkan untuk menjadi wanita karier. Setelah membaca, buru-buru saya klarifikasi melalui sms ke penulis. Dear Sir, i'm not a career woman wanna be.


Saya pun berpikir, apa yang salah ya dari keinginan perempuan untuk belajar? kita ini tersadar banget kalo bego, makanya harus sekolah. Apalagi di era globalisasi, baratisasi, chinaisasi, rusianisasi ini, sudah lazim rasanya dan tidak se sulit dulu bagi wanita untuk juga mengenyam pendidikan dan melakukan perbuatan hukum lazimnya seorang lelaki. terlepas dari masih adanya wanita-wanita di luar sana yang belum bisa bersekolah karena belenggu adat, kepercayaan, tekanan budaya patriarki, dan lain sebagainya, yang sebabnya adalah keadaan politik dan kebijakan daerah yang memaksanya demikian, atau bisa jadi itu adalah pilihan. Wanita selalu punya pilihan, wanita juga bisa berjuang. Dalam agama saya, wanita pun berhak untuk pintar, berdakwah, berdagang, bahkan berperang. 

Namun satu yang memang harus digaris bawahi adalah, hak tersebut tidak boleh melampaui fitrah. Wanita fitrahnya apa? Menjadi seorang istri dan Ibu. Mungkin banyak celetukan, ngapain sih cewek sekolah tinggi-tinggi ntar juga ke dapur, kasur, sumur. But, heyy, membersihkan rumah, memasak, sebenarnya bukan menjadi pekerjaan milik perempuan. Mungkin karena perempuan cenderung lebih bersih, telaten, gesit, dan pengaruh budaya yang menjadikan pembagian tugas itu banyak jatuh kepada perempuan. Dan mungkin karena bakal jijik juga ya kalo lihat cowok pose selfie lagi pegang sapu sambil kakinya diangkat layaknya seorang perempuan. Jadi ya, it's oke lah kalo perempuan yang nge-take over. Tetapi bukan berarti kemudian hanya untuk pekerjaan rumah tangga itu lah, perempuan ada. However, saya rasa dua hal itu adalah penghargaan tertinggi bagi seorang wanita, menjadi seorang yang memiliki keterikatan batin dengan generasi penerusnya, memiliki andil besar dalam kesuksesan keluarga yang bisa jadi melebar jadi kesuksesan negara. who knows?

Dan untuk mencapai posisi yang se-mulia itu, wanita tentu harus merupakan seorang yang teredukasi. Jika wanita nggak punya pengetahuan untuk ini itu, gimana dia bisa menjalankan fitrah sebagai seorang Ibu dan Istri. Kita semua adalah seorang anak, dan tentu, bagaimanapun kekurangan dan kelebihan Ibu kita, kita tentu akan selalu mengatakan, "Ibu, engkaulah yang nomor satu di dunia." Bahkan ada penelitian yang mengungkapkan bahwa kecerdasan anak turun dari Ibunya. 

Mungkin sebagian wanita yang berpendidikan tinggi, menargetkan dirinya untuk kemudian duduk di posisi yang tinggi pula atau menjadi wanita karir. Tapi tidak jarang juga yang memintarkan dirinya hanya untuk cita-cita yang mungkin sangat sederhana dan banyak disepelekan. Wanita sekarang ini nggak hanya harus bisa mengerjakan pekerjaan rumah tangga, tapi juga adalah seorang yang terdidik. Makin tambah jaman, tuntutan emang makin berat, kok. But that's worthy. 

Karena kita perempuan,
sudah seharusnya kita berbuat lebih banyak dari biasanya,
bermanfaat lebih banyak dari biasanya,
memperbaiki dari hari ke hari lebih dari biasanya.
Karena kita perempuan,
generasi masa depan tergantung dari kita di masa sekarang.

Hari ini hari perempuan internasional ya?
Well, Happy International Women's Day!
Ah tapi harusnya, hari perempuan itu ya tiap hari dong! ^^

2 komentar

  1. iyaa bener bil. entah menjadi ibu rumah tangga ataupun wanita karir seorang wanita wajib berpendidikan tinggi. ibu kan madrasah pertama bagi anak2nya. ibu2 yg cerdas menghasilkan anak2 yg cerdas. lanjutkan biiil! bahkan sampe S3 klo bisa. :))

    BalasHapus
    Balasan
    1. setuju ^^ aamiin Zahra, barakallah, semangat juga yaa kamu studinya! :D

      Hapus