LPDP: Sebuah Indikator Gaul

kumus-kumus

Tahun 2014 ini sungguh nano-nano, rasa jeruk.
Berbeda dengan unpredictable things di tahun-tahun sebelumnya yang masih seputar kampus, tahun ini, dominasi life after campus sangat menguat.

Kenapa rasa jeruk?
Karena ia menyegarkan, kadang masam, manis, warnanya oranye cerah, mencerahkan dan menyehatkan.

Dan ya.. begitulah adanya.

***

Seleksi Administrasi

Saya mendaftar beasiswa LPDP untuk periode kuliah yg dimulai bulan September. LPDP nggak menerima calon mahasiswa yang on going, atau sudah memulai kuliah. Artinya harus apply dan mengikuti seluruh proses sebelum perkuliahan dimulai. Awalnya, duh aras-arasen banget buat daftar bulan Mei, pengennya daftar september aja, lantaran masih berkutat pada proses pendaftaran wisuda di kampus yang cukup belibet. Salah satu keribetannya adalah saya belum tau bisa wisuda kapan, antara akhir mei atau awal juni, berarti ijazah pun masih terombang-ambing di lautan waktu, kapan bisa keluar. Sementara, daftar LPDP harus pake Ijazah dan transkrip asli, nggak seperti pendaftaran S2 UI dan UGM yang bisa pake SKL aja. Oh men..

well, anyway, LPDP adalah.... buka link ini , yang ngaku anak muda gaul harus tau LPDP ya! Boleh banget nih kalo LPDP juga jadi indikator ke-gaulan anak muda dan para pembelajar seluruh Indonesa. tentang LPDP, silahkan googling dan buka website diatas, saya hanya sharing pengalaman aja, yang barangkali ceritanya, berbeda dengan blog-blog lain yang ada di gugel ^^ 

oke lanjut


Saya akhirnya, minjem ijazah, senilai 1 juta. Ini soalnya, penutupan pendaftaram LPDP adalah tanggal 19 Mei, sementara awal Mei, masih PHP wisuda kapan. Selebihnya, melengkapi persyaratan lain, misalnya, untuk jalur reguler, ada 2 esai yang harus dikerjakan yakni Apa Peranmu Bagi Indonesia dan Sukses Terbesar dalam Hidup. Sebelum ngerjakan esai, saya terlebih dahulu browsing, tipe-tipe esai yang lolos yang begimana sih..

Setelahnya, saya meyakini bahwa tipe esai diatas sangat subyektif, dan bertujuan untuk menggali karakter kita melalui kedua tulisan tersebut. Demikian saya yakin bahwa tips menulis esai bertipe personal diatas adalah jujur dan jadi diri sendiri. Jangan membohongi diri dalam tulisan, tulis apa adanya, apa yang diinginkan, apa yang telah dilakukan, apa yang dicita-citakan, apa hal yang begitu mempengaruhi hidup dan mengapa. Mengenai pemilihan kata maupun pembenahan paragraf hanya menjadi pemanis agar esai lebih menarik dan itu bisa dilakukan setelah inti tulisan jadi.

Kalo saya pribadi, saya menghindari tulisan yang emosional, yaitu tulisan esai yang terlalu berapi-api, tanda serunya ada banyak (lebih dari 3) dan itu dipake di beberapa paragraf, terlalu muluk-muluk, dan arogan. Terutama di esai yang temanya sukses terbesar dalam hidup, ini memang agak tricky, gimana kamu menceritakan kesuksesanmu tanpa terkesan arogan, atau sebaliknya, menye-menye. Yaa intinya dalam tulisan tunjukkan, karaktermu seperti apa, kemas dengan baik, dan kemasan terbaiknya adalah kejujuran. Karena kedua esai ini tadi bisa menjadi bahan untuk seleksi tahap selanjutnya, yakni wawancara.

Nah kalo peran bagi Indonesia, juga tunjukkan apa peran terbaikmu dan mengapa menurutmu perbuatan tersebut adalah perbuatan terbaikmu untuk Indonesia. Nggak perlu muluk-muluk, jika memang kita belum bisa berbuat dan memberikan inovasi seperti Habibie muda, bukan berarti kita tidak berkontribusi. Temen-temen yang suka berorganisasi, menulis, dan aktif di lingkungan kampus insya Allah bisa lebih mudah ngerjain esai ini. Bagi yang enggak terlalu banyak terlibat dalam proses organisasi, belajar dengan sangat istiqamah itu juga peran yang juga berpengaruh. Justifikasikan dengan baik, tunjukkan bahwa kamu melakukannya dengan ikhlas.

Selain keduanya, ada satu tulisan lagi yakni Rencana Studi. Ketiga tulisan yang perlu dibuat diatas, nggak ada formatnya, termasuk rencana studi. Bebas, lepas. Mau dibikin bagan, narasi, gambar-gambar, sekreatif pelamar beasiswa, asal bisa mentransfer apa yang dipikirkan dengan baik untuk para penyeleksi.

Nah, saat melengkapi dokumen secara online, saya blunder banget.

Saya mendaftar UGM sebagai kampus tujuan buat kuliah S2, tapi saya belom dapet LoA nya lantaran masih ada 1x tes di bulan Juli. Selain UGM, saya menaftar UI, dan kebetulan, sudah dinyatakan diterima di UI tanggal 18 Mei. Saya pikir, LoA UI ini bisa jadi poin plus, toh nanti kampus tujuan bisa diganti, dan kalaupun keterima UGM yang memang menjadi skala prioritas saya, setau saya LPDP memberikan fasilitas untuk bisa mengubah universitas yang didaftarkan. Akhirnya, tanggal 19 Mei saat saya upload2 semua keperluan untuk LPDP, saya masukkan LoA dari UI. Kebetulan, kalo udah di upload gak bisa di cancel atau dihapus. Dan kebetulan lainnya adalah, universitas tujuan nggak bisa diganti. Oh men, jadi saya daftar UGM tapi masukin LoA UI... *sandaran pada dinding kamar*

Tapi yah, akhirnya saya pasrah saja, toh nanti jika memang ada kekeliruan yang perlu diperbaiki, LPDP akan memberi notifikasi. Mengenai mengapa saya mendaftar di 2 kampus juga saya jelaskan di Rencana Studi, pun saat di seleksi wawancara. So fellas, be honest, sekalipun blunder dikit :)

Seleksi Wawancara dan LGD

Sekitar akhir Mei, tepat sesaat sebelum seorang teman memasuki surgery room, saya mendapat email bahwa saya lolos administrasi. Hepi euy! Lalu ada pemberitahuan bahwa lokasi untuk seleksi wawancara dan LGD akan diberitahukan lebih lanjut. Pemberitahuan dari LPDP sendiri mengenai lokasi agak mendadak sekitar H-5 dari hari H, yakni ternyata tesnya di Kampus Unair C. Tes diselenggarakan selama 2 hari, tanggal tesnya adalah 10 dan 11. Diselenggarakan 2 hari karena 1 hari buat wawancara dan 1 hari buat LGD. Ada peserta yang LGD dulu baru wawancara, begitupun sebaliknya, dan pemberitahuan hanya diumumkan di hari pertama, makanya tanggal 10 harus datang awal dan ontime, karena ada semacam seminar awal pengenalan LPDP dan verifikasi dokumen. Anyway, peserta bisa milih mau seleksi dimana, Jakarta, Yogya, Bandung, Surabaya, Medan, dll..

Dan ada satu proses yang pasti bikin bertanya-tanya, dan barangkali menjadi momok tersendiri. Apaan tuh LGD?

saya bertanya ke salah seorang senior yang mendapatkan beasiswa thesis LPDP tahun lalu. Saat proses seleksi ternyata gak pake LGD-LGD an, dan kabarnya, LGD memang baru ada tahun ini. Dan, biasanya yang kita denger kan FGD.

Nah ternyata LGD adalah Leaderless Group Discussion. Apaan leaderless?? biasanya kata yg sering kita dengar adalah leadership kan ya? Nah ini jadi tantangan tersendiri dan salah satu keistimewaan LPDP: selalu ada konsep baru yang menantang. Barangkali ini kayak IELTS yang paket komplit, ada reading, writing, listening, dan speaking. Saya pun nggak terlalu membayangkan dan ber-ekspektasi berlebihan tentang bagaimana nantinya LGD, hanya memperkaya diri dengan merutinkan membaca, update isu-isu terkini. insyaallah bermanfaat.

Saya kebetulan mendapat giliran LGD di hari pertama dan wawancara di hari kedua. Biasanya nama abjad pertengahan sampe akhir bakal senasib sama saya hehe.. jadi harus sedia 2 baju spesial ya, hehe pake baju yang bikin nyaman dan warna cerah, sisanya, perhias dengan percaya diri dan just be yourself.

Begitu memasuki ruangan LGD yang berbentuk oval dengan microphone kecil di tiap bangkunya, saya membayangkan bahwa akan ada diskusi dengan tema tertentu selama 40 menit. Kebetulan, kelompok saya kemarin adalah kelompok LGD1 jam kedua, dan kesemuanya adalah perempuan. Kami terdiri dari 5 orang, seharusnya sih 6 dan satu yang tertinggal adalah laki-laki, tapi ternyata yang bersangkutan nggak hadir.

Di dalam ruangan, ada 2 Ibu-Ibu yang semula saya kira adalah fasilitator diskusi. Ternyata saya salah. Mereka adalah outsider, dan hanya memberikan kami selembar tulisan yang telah dilaminating sebagai bahan diskusi dan ada tugas di akhir tulisan. Beliau juga menjelaskan mekanismenya. Diskusi hanya akan terjadi oleh kami berlima, siapa moderator serta notulen dan bagaimana jalannya diskusi, sepenuhnya ditangan kami. Inilah mungkin kenapa forum ini disebut leaderless. Dan dalam mekanisme yang demikian, akan terlihat siapa pemimpin dan siapa yang mau dipimpin, juga akan terlihat barangkali ada karakter peserta yang egois, suka berpendapat, kritis, dan lain-lain. Keren banget deh LPDP!

Seorang pembicara, yang aduh maaf banget mbaaak saya lupa namanya T___T, angkat bicara setelah 3 menit kami larut dalam tulisan mengenai JIS dan fenomena dalam dunia pendidikan dari Rhenald Kasali. Si mbak yang duduk di ujung kanan saya, menawarkan siapa yang ingin menjadi moderator dan notulen. Ada 3 orang yang langsung mengangkat tangan sedang-sedang. Mbak Mitha, saya, dan seorang mbak disebelah kiri saya (yang maaf saya lupa juga namanya T___T). Keduanya mengajukan diri sebagai notulen, namun mbak Mitha dipilih karena beliau lebih dulu angkat tangan. Saya mengajukan diri menjadi moderator. Semuanya sepakat. Yuhu alhamdulillah hehe..

FYI, dalam forum singkat ini ada tantangannya. Siapapun, baik moderator, notulen, atau peserta harus paham tugas dalam tulisan dan kemana arah diskusi akan dibawa. Tugas kami adalah menjadi ahli pendidikan dan bertugas memberikan rekomendasi terbaik untuk pemerintah agar kejadian yang serupa tidak terulang. Moderator tidak hanya mempersilahkan bertanya, berargumen, tapi harus mengarahkan dan mengalokasikan waktu dengan baik. Notulen juga harus cermat mencatat, dan peserta diskusi juga harus paham sesi-sesi diskusi. Pada diskusi kami kemarin, saya menggunakan konsep diskusi standart saja, yakni pandangan umum 10 menit, diskusi dan solusi, lalu 10 menit terakhir penutupan. Kalo diskusi kurang hidup, moderator harus menghidupkan dan memancing argumentasi peserta, kalo diskusi terlalu hidup dan terkendali, moderator harus bisa mengademkan suasana dan kembali mengarahkan. Ya kurang lebih demikian, barangkali nanti ada juga temen-temen yang sukarela jadi moderator :D

Alhamdulillah kami berhasil menyelesaikan diskusi tepat waktu, hanya tersisa 20 detik. Ibu outsider hanya memberikan notifikasi apabila waktu tinggal 10 menit dan 5 menit. selebihnya, beliau-beliau hanya mencermati jalannya diskusi dan sibuk mencatat. dan alhamdulillah juga, semua berbicara dengan baik, hasil diskusi pun terarah. Ibu outsider akan meminta hasil diskusi dari catatan notulen, maka dari itu yang jadi notulen harus cermat dan tulisannya yang rapi ya hehe..

Sebenernya saya sempet blunder, saya kira ditengah diskusi boleh berinteraksi dengan ibu outsider. Karena di awal saya agak bingung, dan takut kalau waktu sudah terlewat banyak, saya memberanikan diri untuk bertanya,
"ehm.. Bu permisi, ini waktu sudah berjalan berapa menit yya?"
ibu outsider hanya menjawab, "sudah lanjutkan saja diskusi, kami hanya memberitahu apabila waktu tinggal 10 menit."

wetsehhh harus serng-sering liat jam tangan nih dan betul2 nggak boleh berinteraksi dengan beliau. oke siap komandan!

Sehari setelahnya, 11 Juni, saya kebagian seleksi wawancara di pagi hari. Jadwalnya jam 07.40. Entah kenapa saya deg-deg-an banget, seperti saat mau kompre dan berhadapan dengan profesor yang kemudian siap mencecar dengan pertanyaan-pertanyaan filosofis. Beberapa hari sebelumnya, saya sempat googling dan baca-baca pengalaman penerima beasiswa tentang sleeksi wawancara. Macem-macem euy, ada yang nangis, ada yang deg-deg-an, bahkan ada yang ketauan bahwa dia tidak bersikap apa adanya. Pertanyaannya pun beragam, lantaran ada 3 interviewer, yakni 1 psikolog, dan 2 sisanya adalah dosen bergelar doktor atau profesor. Beberapa teman yang telah melalui proses interview pun ada yang ditanya dasa dharma pramuka, pancasila, disurruh nyanyi, dan lain-lain. Ciuttt..

Well, tipsnya cuman satu: rileks! sehari sebelumnya saya malah asyik terlibat diskusi maha absurd bulan ini. Kebetulan juga, saya sedang flu dan agak meriang, jadi ya banyakin istirahat aja. Perlu juga untuk mempelajari esai dan study plan, besar kemungkinan pertanyaan ada disana.

Pagi itu saya datang jam setengah 7, kampus masih sepi. Bahkan panitianya belom datang. Saya yang dijadwalkan pukul 07.40, molor jadi dipanggil sekitar pukul 08.15. Saya sudah nongkrong cantik di depan ruang seleksi kelompok 4 bersama calon penerima lain, kami ngobrol ringan untuk menghilangkan rasa deg-deg-an. Hingga seorang wanita berusia 30-an membuka pintu dan memanggil nama saya,

"Nabilla Desyalika....Putri? ada?"
saya mengangkat tangan dan tersenyum. "Ada, Bu."
"Yuk masuk," beliau ramaaahh banget. Rambutnya pendek berwarna hitam, memakai kemeja warna biru muda (seingat saya) cerah, dan make up minimalis yang menyegarkan. Saya menduga ini nih psikolognya.

saya kemudian pamitan dengan teman-teman lain, mereka berbisik pelan, "goodluck ya!" luar biasa padahal kami semua baru kenal di hari itu, dan sudah bisa saling menyemangati, padahal statusnya adalah kompetitor.

Saya memasuki ruangan sembari bershalawat, berharap agar lisan dimudahkan dalam berucap serta hati ditenangkan.

Saya langsung duduk di hadapan 2 interviewer. Lho kok cuman dua? Duuuuuuaaaaa.... *lalu muncul ayu tingting bawa sar*mie isi dua*

Interviewer satunya telat, sodara-sodara, tapi hanya 5 menit kok. Wanita yang memanggil saya tadi memulai perttanyaan dengan, 
"Nabilla, ingin berkuliah dimana?"
jengjeng..... ini dia nih blunder yang di awal tadi saya tulis. Yaudiin, saya kembali menjelaskan secara jujur dan apa adanya di hadapan keduanya. Tapi ternyata tidak ada teguran maupun pertanyaan lanjutan terkait hal trsebut. artinya, masalah blunder diatas bukan persoalan.

"lalu, mau jadi apa?"
"dosen!" jawab saya mantab.
"aahhh... dosen lagi.." di Ibu mengibaskan tangan kanan didepan mukanya. Bapak yang berada paling ujung juga bertanya, mengapa dosen?
Saya cuman cengar-cengir.
"kamu tahu berapa banyak pelamar dari kemarin yang kami wawancara dan hampir kesemuanya ingin jadi dosen. mengapa sih begitu interest dengan dosen?"
Saya kemudian dengan tenang menerangkan perspektif saya, dengan apa adanya. kebetulan diperkuat dengan bidang studi dan skripsi yang kini saya ambil, hukum agraria.

"Oooh, begitu. kenapa kamu nggak kuliah di luar negeri aja? nilai toefl kamu berapa sih?"
FYI ini interviewernya sahut-sahutan. Jadi nggak seperti sidang kompre yang satu dosen selesai bertanya lalu beralih ke dosen lain dengan sangat kaku. Ini mah ngalir aja, dan percakapan kami direkam, lho!

"500 Bu, hehe mepet sekali. sbeleumnya di prediction 517, setelah tes yang lebih qualified, eh cuman 500. saya memang kurang persiapan dan perlu memperbaiki kemampuan berbahasa inggris bu," jawab saya.
"Oh well, so basically you can speak English, right?"

eng ing eeng.. ini berarti saya harus menjawab dengan bahasa inggris. setahu saya, interview dengan model setengah bahasa Inggris maupun full English diperuntukkan untuk pelamar beasiswa luar negeri. Lah saya kan dalam negeri ajeee..? Dengan kemampuan berbahasa inggris yang gratul-gratul, saya menjawab pertanyaan2 dari interviewer dengan bahasa inggris.

Pertanyaannya pun ngalir banget. mulai dari kenapa ambil hukum agraria? lho oh, agraria bukan hanya tanah ya? negara mana yang juga punya hukum agraria? pernah ke luar negeri kemana aja dan acara apa? kenapa gak studi di luar? mau nikah kapan? udah punya someone special apa belom? kenapa tertarik dengan hukum? apa pandangan mengenai para penegak hukum? siapa tokoh hukum yang di idolakan? begituuu... interview berasa dagelan karena kami sesekali tertawa, saya menjawab juga dengan santai, dan bahkan saya sesekali di cie-cie.in -___-" sepertinya akan dengan mudah terlihat karakter sanguinis saya yang dominan, serta melankolis dan koleris yang menjadi campuran warna.

Saya berhenti berdialog dengan bahasa asing saat interviewer di depan saya mulai gak paham dengan yang saya katakan. wah daripada miss understanding, mending balik bahasa Indonesia aja hehe. kami juga berdiskusi singkat mengenai keadaan pertambangan di Indonesia, juga ada yang bertanya mengenai kenalannya yang juga dosen di FHUB. di akhir, saya ditanya mengenai pengalaman organisasi serta beliau mengecek CV saya. Saya juga ditanya,
"kamu kan anak tunggal, bagaimana orang tuamu mengizinkanmu untuk berproses dan berkelana kesana-sini? biasanya kan anak tunggal di tahan begitu.."
dan..rahasianya adalah, makan makanan yang bergizi.

nah saat interviewer membaca CV saya, si bapak yang duduk di tengah dengan heboh berseru,

"waahh kamu aktif nari ya?"
eh...?!

"iya pak, tapi itu dulu saat masih SMA, saat di kampus saya sudah nggak nari kecuali apabila diminta menari saat menjadi delegasi di acara tertentu."
"nah berarti kamu harus perform, kami pengen tau apa kamu betul-betul bisa nari. kami tidak hanya melihat kemampuan akademik lho, tapi dibalik itu..."

Dan ya sodara-sodara.. bisa dibayangkan.

Kebetulan, tarian terakhir yang masih saya ingat dengan baik adalah tari pendet lantaran saya sempat menampilkannya saat di Jepang akhir tahun 2013 lalu, dan kebetulan juga, lagunya masih saya simpan di hape. Jengjeeng... jadilah saya nari pendet dan meminjam botol aqua si Ibu sebagai bokor.

dan agak konyol, saya direkam dan di foto, padahal hanya 2 ragam saja. interviewer di kelompok lain yang kebetulan bersebelahan pun ikut melihat dan memberi applause.

"yak sudah..cukup mbak."

***

Begitulah wankawan sekalian, secuil pengalaman awal Juni kemarin.
nggak ada niatan pada tulisan diatas untuk pamer, inginnya semoga dimaknai sebagai sebuah roti lezat yang sayang dimakan sendiri, mari berbagi.

Dari pengalaman saya diatas, semoga calon penerima beasiswa LPDP lain bisa mengambil manfaatnya dan mendapat gambaran mengenai bagaimana proses seleksi yang insyaAllah menyenangkan dan memberikan ilmu tersendiri.

Pengalaman seleksi LPDP ini harus menjadi bagian dari hidupmu, terlepas lolos atau nggak, setidaknya ilmu yang kamu dapatkan disini bisa digunakan saat melamar pekerjaan ataupun beasiswa lain, atau melamar anak orang mungkin? yuhu mulai gak jelaas..


well, it's probably not enough to just be yourself
you must be a best version of yourself!



nb: mohon doa restu untuk seleksi tahap akhir yakni Program Kepemimpinan LPDP. buat yang pengen baca-baca dan dpt referensi esai dan study plan, silahkan tinggalkan komen dan email ya :)

14 komentar

  1. subhanallah mbak nabillaaaa , saya terinspirasiii :))) terimakaish banyak :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. wah alhamdulillah klo begituu.. giliranmu harus nyoba yg beginian :D

      Hapus
  2. udah kuduga bi, kalo pas pendaftaran ato minimal kamu nulislah ya bakatmu apa, bayangin aja apa yang selanjutnya pasti akan terjadi. ahahha

    BalasHapus
    Balasan
    1. bisa terjadi di kamuuuu..haha ayo chay segera selesai skripsine, beasiswa ke Auckland banyak lho! #kode

      Hapus
  3. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
  4. Mantab Mbak Kisahnya, ada yang baru saya temukan dari cerita mbak ini, Btw Mbak Saya minta contoh referensi esai dan study plannya ya, Makasih atas sharingnya, e-mail saya ardhymanto.amtanjung@gmail.com

    BalasHapus
  5. Cerita Nyata Dunia Pendidikan

    Dari sinilah saya selalu mencari informasi dari beberapa teman dan sahabat saya untuk memberikan masukan serta arahah agar aku bisa kuliah di fakultas kedokteran. Akhirnya saya diberikan Salah satu teman dari teman saya memberikan Saya NOMOR HP untuk saya Hubungi, hingga saya langsung menghubungi No HP tersebut, aku menelepon No HP itu sebanyak 2 kali baru bisa terjawab, akhirnya saya berbicara dan menyampaikan keluhan saya selama ini.
    Dia merespon pembicaraan saya dan saya diberi petunjuk Untuk mengikuti 1 kali tes lagi, tapi bukan melalui jalur SNMPTN dan alur kerjasama. Penyampainyannya begini kalau memang adik mau saya bantu dengan janji kelulusan, maka saya akan bantu, tapi dengan 1 catatan adik harus menuruti apa yang akan nantinya saya arahkan, DAN SAYA JAWAB IYA SAYA SIAP, akhirnya dia menyuruh saya UNTUK MENGIKUTI JALUR NONSUBSIDI. Dan Saya jawab bukankah melalui jalur itu harus membayar terlalu banyak, katanya YA benar yang adik bilang, bahkan bisa sampai membayar ratusan juta. Tetapi adik tidak usah khawatir, saya bisa meluluskan adik dengan pembayaran hanya sebesar Rp. 15.000.000, saya menjawab bukankah biaya itu sangat sedikit, untuk jalur nonsubsidi, Ya adik memang benar apa yang adik bilang,
    Dan saya jawab kalau biaya segitu pastinya saya sangat mau. Singkat cerita, hingga akhirnya berkat dia saya dinyatakan LULUS fakultas kedokteran UI yang saya idamkan. Dan itu menjadi rasa syukur yang amat mendalam bagi saya.
    Dan darisinilah saya mengetahui kalau orang yang membantu saya hingga LULUS, adalah PEJABAT DIKTI DARI PUSAT, Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan Ditjen Pendidikan Tinggi yang membidangi bagian kemahasiswaan.
    Dia Adalah Kepala Subdirektorat Kemahasiswaan.
    Bpk Dr. Widyo Winarso
    Ini No Hp-nya 0857-5619-0157.
    Anda mau seperti saya yang bisa kuliah di fakultas kedokteran, langsung saja m’hubungi No hp Bpk Dr. Widyo Winarso, Semoga beliau bisa membantu kelulusan anda seperti beliau meluluskan saya dengan hanya mengeluarkan biaya sebesar 15 juta saja.
    Semoga bermanfaat.

    BalasHapus
  6. aloha kak :3
    such a great story you have shared :)
    bole dibagi file file referensinya kak?
    email saya pararawendy19@gmail.com

    regards!

    BalasHapus
  7. Sharing pengalamannya membantu sekali mbak. Btw saya bisa minta file essainya untuk referensi? Terimakasih banyak :)
    email saya : ipranatasari@gmail.com

    BalasHapus
  8. Terimakasih untuk sharingnya mba Nabila. Kalau berkenan, saya ingin meminta contoh essay dari mba nabila untuk dijadikan referensi. Alamat email saya : chida_sg[at]yahoo[dot]com

    Terimakasih. Sukses selalu

    BalasHapus
  9. Keren mbak. Smoga sy jg bs. Mhon sharing essay dan studi plannya ya ke email adityanp04@gmail.con

    BalasHapus
  10. Keren mbak. Smoga sy jg bs. Mhon sharing essay dan studi plannya ya ke email adityanp04@gmail.con

    BalasHapus