Bijak Mengasuh Anak di Era Digital Bersama Sahabat Keluarga Kemdikbud

Saya dan bersama anak pertama saya, Mahira :)



“Bunda.. Mahiya minta baca dino,” pinta Mahira, anak pertama saya, sambil menangis.

Dia sengaja mengeluarkan mimik melas atau minta dikasihani dan mengeluarkan sedikit air mata, sebab ia melihat saya sudah siap-siap tidur siang. Saat itu memang saya sedang kurang fit karena kehamilan anak kedua ini, sehingga saya butuh waktu lebih banyak untuk istirahat.

Mahira seperti tidak rela saya tinggal tidur, ia hanya ingin saya yang membacakan buku untuknya, bukan mbak rewang juga bukan oleh ibu saya. Sempat ia dibujuk untuk melihat beberapa video di smartphone milik ibu saya, namun ia justru menolak. Ia hanya ingin membaca buku tentang Dinosaurus bersama saya.

Tentu saja saya trenyuh. Segera saya turun dari kasur dan memeluknya untuk duduk di pangkuan saya. Seketika tangisnya reda dan disusul oleh senyum dan mata yang berbinar penuh semangat. Mahira baru-baru ini suka sekali dengan Dinosaurus karena baru saya ajak jalan-jalan ke salah satu wisata Dinosaurus terkenal di Kota Batu.

Sebagai anak yang baru berusia 26 bulan, Mahira termasuk yang sangat antusias dalam membaca. Meskipun ia belum begitu paham mengenai alur atau jalan cerita dari buku bacaan, ia terlihat berusaha mengikuti secara perlahan. Sayapun bercerita juga sesuai kemampuan dia dalam menangkap cerita.

Ini dia video singkat saat saya dan Mahira sedang membaca buku Dinosaurus :)

Bijak Mengasuh Anak di Era Digital

Menurut saya, membaca buku merupakan salah satu cara yang baik yang perlu ditempuh semua orang tua millennials di era digital. Sebagaimana kita ketahui, dunia digital akan terus berkembang pesat. Anak saya, Mahira, yang termasuk ke dalam Generasi Alpha, termasuk cukup cepat menyerap cara pakai smartphone. Hal ini dikarenakan ia termasuk generasi yang lahir dan tumbuh ketika era digital sudah ada dan sangat mudah untuk digunakan.

Ia sudah mengenal kamera depan pada smartphone, fitur video call, dan lain sebagainya. Sebagai bunda millennials, sesungguhnya saya dilema banget. Sebab, saya sendiri juga menikmati enaknya dunia digital, terutama untuk mengasah potensi, berkarya, berjejaring, dan lain sebagainya. Makin dilema karena kedua orang tua saya cukup permisif kepada anak saya bahkan sejak usianya 1 tahun dalam menggunakan smartphone.

Misalnya saja, memberikan tayangan video-video di YouTube yang dilihat melalui smartphone, khususnya jika anak tantrum atau rewel. Duh, saya selalu deg-deg ser kalau melihat pemandangan itu. Pertama, saya khawatir ia kecanduan dini. Kedua, saya khawatir dengan kesehatan matanya. 

Namun disisi lain, tidak mungkin saya melarang sama sekali anak saya untuk berinteraksi di dunia digital. Akhirnya, saya pribadi memiliki batasan waktu untuk anak saya dalam menggunakan gadget, apalagi dia masih usia 2 tahunan. Saya dan suami juga menerapkan beberapa langkah praktis ini dalam pola pengasuhan positif yang kami anut, yakni:

1. Lebih rajin membacakan buku pada anak.
Saya suka membaca dan menulis, tentu saya ingin anak saya kelak juga memiliki kecintaan pada literasi, minimal sama seperti saya. Menurut saya, membaca buku itu sangat baik untuk orang dewasa, apalagi untuk anak-anak. Namun, aktivitas membaca buku ini bisa terasa asing apabila tidak dibiasakan dari kecil. Coba saja bandingkan aktivitas para penumpang di kereta api Indonesia dengan negara maju, yang paling kentara adalah perbedaan aktivitas mereka dimana para penumpang kereta api di negara maju misalnya Jepang dan Jerman lebih sering membaca buku atau membuka gadget untuk menulis, sebagian lainnya menggunakan untuk hiburan.

Sementara di Indonesia, sangat jarang ada orang yang membaca buku. Lebih sering orang hanya duduk termenung, ngobrol, atau bermain smartphone. Salah satu sebabnya menurut saya adalah karena membaca buku bukan menjadi kebiasaan mereka atau aktivitas yang mereka sukai.

Nah, membacakan buku pada anak ini dapat dilakukan sejak usia bayi. Untuk usia kurang dari 1 tahun, sebaiknya orang tua memilih buku dengan model board book yang lebih tebal agar tidak sobek. Hal ini dikarenakan anak usia ini masih sangat penasaran dengan barang baru yang dipegangnya, sehingga ia cenderung mengeksplorasi dengan cara mengemut atau merobek buku. Lebih bagus lagi kalau ada buku yang memiliki kelengkapan sensoriknya.

2. Membuat kesepakatan dengan suami tentang penggunaan gawai / gadget.
Terkadang komunikasi dengan orang tua serta mertua tidak bisa lancar layaknya jalan tol. Oleh karena itu, bagi saya, penting untuk sevisi dengan suami. Biasanya sebelum tidur, saya kerap membicarakan perkembangan anak serta bagaimana menetapkan pola pengasuhan di era digital ini. Kalau ayah bunda kompak dan konsisten, anak juga bisa lebih disiplin.

Bersama suami, saya sepakat untuk tidak memberikan smartphone kepada anak untuk menonton YouTube agar tidak kecanduan. Saya hanya mengizinkan anak berinteraksi dengan layar smartphone untuk melihat ulang video-videonya yang sudah direkam dan disimpan di smartphone, itupun tidak lama hanya 10 sampai 15 menit saja biasanya anak sudah bosan. Sebagai penyeimbang, saya juga meminta suami untuk menemani anak beraktivitas di luar ruangan, seperti berolahraga dan melihat sapi, kerbau, bebek, ayam, dan kambing di lapangan. Sekilas aktivitas ayah-anak ini bisa dilihat di video di bawah ini:


Kalau anak sudah berusia lebih dewasa atau sudah sangat mahir dalam menggunakan gawai tanpa adanya orang tua, kita perlu melakukan filter di aplikasi smartphone dengan cara berikut:




Untuk menonton video di YouTube, saya hanya izinkan 1 jam per harinya dengan menonton via televisi. Sekarang kan ada televisi LCD yang ada aplikasi YouTube nya, nah saya menggunakan fasilitas itu. Buat saya beberapa video di YouTube cukup membantu perkembangannya, misalnya mengenal warna, berhitung, melakukan kebiasaan baik seperti cuci kaki sebelum tidur, menyanyi, dan lain sebagainya. Sehingga saya tidak melarangnya hanya melakukan pembatasan sesuai usianya. Pilihan untuk menonton video via layar LCD buat saya menjadi opsi terbaik agar anak tidak terlalu dekat dengan layar gadget dan tidak kecanduan gadget dalam genggaman.

Selain itu, perlahan orang tua bisa membangun komunikasi yang baik dan mengenalkan mengenai penggunaan internet yang positif, misalnya saja untuk berkarya, belajar, hiburan dengan batasan, dan lain sebagainya.


3. Berkompromi dengan orang tua, mertua, dan pengasuh.
Di Indonesia, sepertinya memang sudah lazim melakukan pengasuhan bersama, apalagi untuk orang tua muda. Nah, pada kondisi ini terkadang banyak perbedaan nilai dengan orang tua dan mertua. Oleh karenanya, bunda dan ayah perlu mengomunikasikan kepada orang tua dan mertua mengenai prinsip-prinsip pengasuhan yang di anut, kalau bisa berikan contoh, misalnya menunjukkan perkembangan dan antusiasme anak dalam membaca agar mereka memahami dan dapat mengaplikasikannya pula. Dengan komunikasi yang baik, insya Allah kekompakan antara ayah, bunda, dan kakek neneknya si kecil bisa terjalin.

4. Tidak menonton acara-acara di televisi.
Saya sendiri tidak suka menonton televisi karena buat saya tidak terlalu penting. Kalau mau baca berita bisa baca koran atau baca di internet dan melihat video aktualnya di YouTube. Karena itu, saya juga tidak membiasakan anak saya untuk menonton televisi. Pertama, karena hanya sedikit tayangan televisi yang mendidik. Kedua, banyak iklan yang tidak bisa kita saring kontennya.

5. Membiasakan anak untuk bermain dan berkarya.
Menurut saya, era digital adalah era yang tepat untuk berkarya. Kalau dulu karya kita tidak dikenal, sekarang ada banyak sekali media yang bisa menjadi perantara untuk publikasi karya. Saya mencoba menanamkan ini kepada anak secara perlahan, pertama dengan cara menanamkan keberaniannya untuk berkarya. Saya bebaskan ia untuk mencoret-coret dinding, kertas, dan buku-bukunya. Kelak jika sudah waktunya, saya harap saya bisa mendampingi ia untuk menjadi seorang creator di dunia digital. Tujuannya adalah menanamkan mindset atau pola pikir yang produktif dan tidak hanya konsumtif semata.
Mahira dan mahakaryanya.


Mengajak dan membimbingnya untuk terus bermain dan berkreasi mampu membuat ia lebih bahagia dan tangguh. Saya sangat berharap kelak di masa depan, ia bisa dengan mudah menemukan pemecahan pada tiap permasalahan hidupnya.


Sahabat Keluarga Kemdikbud, Sahabat Sejati Orang Tua Millennials

Untuk menjadi orang tua yang bisa mengasuh dengan bijak di dunia digital, kita tentu perlu panduan. Namun, terkadang, ada orang tua yang kebingungan memilih “buku panduan”. Belum lagi terkendala dengan harga buku yang mahal.

Tapi, itu DULU!

Kabar baiknya, sekarang sudah ada Sahabat Keluarga Kemdikbud yang menjadi teman sejati orang tua millennials! Saya sangat senang saat pertama kali diberitahu ayah saya bahwa ada kanal Sahabat Keluarga Kemdikbud ini. Makin bahagia saat disana ada buanyak materi untuk orang tua millennials yang bisa diunduh secara GRATIS!
Cara mengunduh materi untuk orang tua dan anak di Sahabat Keluarga Kemdikbud


Materi untuk orang tua pun beragam, mulai dari pra-kelahiran, usia bayi, usia PAUD, SD, SMP, hingga SMA. Dari semua materi, favorit saya adalah materi mengenai “Bercerita Pada Anak” dan Mindful Parenting. Dari e-book “Bercerita Pada Anak” ini saya jadi paham mengapa anak saya maunya membaca Dinosaurus dan buku mengenai binatang melulu, karena memang rupanya anak dibawah usia 3 dan 5 tahun cenderung menyukai cerita yang sama yang dibacakan berulang kali.

Meskipun orang tua bosan, tapi rupanya anak betul-betul antusias. Terkadang, mereka terlihat puas dan bangga karena dapat menebak akhir cerita, emosi dari tokoh, dan kelucuan-kelucuan dalam cerita. Hm.. betul-betul wawasan dari Sahabat Keluarga Kemdikbud yang bermanfaat! Coba yuk simak pengalaman saya bersama Sahabat Keluarga Kemdikbud di video ini:


Nah, dari saya pun tahu cara untuk berhemat. Sebulan sekali, Mahira saya belikan buku baru, tapi jika ia sudah bosan, saya memilih untuk mengajaknya ke perpustakaan kota untuk memilih sendiri buku dengan karakter yang ia inginkan.

Wah, mengasuh di era digital ini betul-betul menjadi lebih mudah berkat adanya Sahabat Keluuarga Kemdikbud, ya!

Para orang tua juga bisa mengikuti update wawasan terbaru dari Sahabat Keluarga Kemdikbud di link berikut ini:

Selamat membaca, selamat mengasuh anak secara bijak di era digital bersama Sahabat Keluarga Kemdikbud 😊



Referensi:
Website Sahabat keluarga kemdikbud
Modul Pelatihan Parenting di Era Digital (kementerian pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak)

#SahabatKeluarga

14 komentar

  1. Wah saya mau coba ini ah buat si kecil
    Apalagi senang sekali dianya baca buku...

    BalasHapus
    Balasan
    1. sip mba wajib dicoba, anak usia dini umumnya sneneg banget dibacain buku :D

      Hapus
  2. jadi ingat anak saya dulu, seriiiing banget minta dibacain buku cerita. sehari bisa berkali2 dan gak kenal waktu :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya banget nih mba.. anakku pun suka2 dia dah kalo minta dibacain buku xD

      Hapus
  3. makasih mba tipsnya yang setting google chrome ^^

    BalasHapus
    Balasan
    1. sama-sama mba aku juga dapet dari ebook. semoga bermanfaat :D

      Hapus
  4. makasih sharingnya, lebih banyak hal yang hrs diperhatikan secara banyak godaan di jaman sekarang

    BalasHapus
  5. inilah bagusnya merawat anak yang baik dan harmonis jadi ketika anak sudah besar atau beranjak dewasa maka masa depan mereka akan menjadi lebih terarah dan jadi lebih baik..
    terimakasih sharingnya mba sangat membantu sekali..

    BalasHapus
    Balasan
    1. betul mba, kuncinya ada di masa golden age itu. alhamdulillah semoga bermanfaat ya mba :D

      Hapus
  6. Balasan
    1. alhamdulillah kak smoga bermanfaat terima kasih udah mampir :D

      Hapus
  7. Setuju mbak dengan pola pengasuhan yang diterapkan kepada si Dedek. Semoga bisa dicontoh orang tua lainnya. Hehee..
    Ini contoh orang tua millennials yang keren bgt nih... :)

    Mampir ke artikel saya yang tentang pendidikan anak juga ya. :) Hehehe...

    BalasHapus
    Balasan
    1. aamiin mas, semoga kita semua jadi ortu yg amanah dan bisa mendidik anak dengan baik aamiin :D sip meluncuuurr

      Hapus