Dua Tahun Jadi Relawan



Sudah beberapa kali aku membagikan jadwal sesi Keluarga Kita di Surabaya dan Sidoarjo melalui media sosialku, tapi, belum sekalipun aku bercerita di sini tentang pengalamanku menjadi Relawan Keluarga Kita atau Rangkul. Aku akan bercerita sedikit di sini tentang keseruan dan kenapa aku mau “nyemplung” bersama Rangkul.


Berawal Dari Trauma...

Aku inget banget, malam sebelum aku memutuskan untuk bergabung menjadi Rangkul, aku baru saja nangis dan melalui malam yang berat. Saat itu aku masih di Malang dan aku mengalami insecurity yang panjang, sedang hamil anak kedua pula! Aku memikirkan bagaimana karirku, tuntutan orang tuaku, impian-impian yang mustahil terwujud, merasa tidak berguna, dan “keanehan” pada masa laluku yang baru aku sadari. Dapat kukatakan tahun-tahun awal aku menjadi ibu adalah yang terberat, yah, sekitar tahun 2017 hingga 2019, ya. Bukan karena postpartum, baby blues atau gegap karena punya anak, melainkan karena kehadiran anak justru membuka masalah yang selama ini tidak pernah kuhiraukan. Masalah-masalah yang tanpa kusadari, selalu aku anggap selesai dan tak mau kutemui.


Aku cuma bisa bercerita sama suamiku yang syukurlah dia mau aja dengerin bininya sambat walaupun udah kena beban kerja yang berat di kantornya saat itu. 


Eh, tak lama, aku dapat ads di Instagram bahwa Keluarga Kita sedang membuka rekrutmen relawan. Ini berbayar, lho, dan waktu itu, menurutku harganya cukup mahal. Tetapi, ada beasiswa yang diberikan. Kalau tidak salah, aku membayar sekitar 700ribuan untuk pelatihan menjadi relawan. Saat itu, tabunganku pas-pasan, bisnisku juga baru aku tutup. Ngeluarin duit segitu aku mikir dulu.


Tapi, aku niatkan ini sebagai investasi untuk diriku sendiri, untuk anak-anak, dan untuk keluargaku. Alhamdulillah, keputusanku tahun 2018 lalu sangat tepat. Tak pernah sedetikpun aku menyesalinya. Sekarang, aku berusaha untuk meniatkan sedikit ilmu yang kuperoleh ini untuk orang lain. Tugasku sebagai rangkul ini adalah menyelenggarakan sesi di kota yang aku tempati. Dulu, ada sesi yang berbayar, biasanya karena sewa tempat, makanan, dan materi aja. Sekarang, karena ada pandemi, sesinya secara daring dan gratis. Oh ya, sebagai relawan, kami nggak dibayar. Namanya aja relawan, boookkk… Latihannya aja keluar duit! Hehehe. Lagipula, namanya juga yayasan, yaa, jadi bukan profit oriented.



Kenapa Keluarga Kita?

Jika kamu belum tahu, Keluarga Kita ini didirikan oleh psikolog, pakar pendidikan keluarga dan orang tua Ibu Najeela Shihab. Ada beberapa aktivitas yang dijalankan, mulai dari menyusun kurikulum pendidikan keluarga (parenting), menjalankan kelas-kelas parenting, dan menginisiasi program Rangkul. Ada 3 kurikulum utama di Keluarga Kita yaitu Hubungan Reflektif (HR), Disiplin Positif (DP), dan Belajar Efektif (BE). Ada juga beberapa kurikulum lanjutan yang dapat kamu lihat di website dan media sosial Keluarga Kita (KK). KK ini menjalankan beberapa kelas yang bisa diakses umum, ada yang gratis dan berbayar. Yang membuatku mantab bergabung dengan Rangkul dan belajar di KK adalah karena kurikulum di KK ini berbasis riset, data, dan bukti yang disesuaikan oleh kebutuhan orang tua. 


Berbeda dengan pelatihan parenting kebanyakan, Keluarga Kita ini tidak eksklusif. Bahkan, dulu sebelum pandemi, ada sesi yang ditujukan untuk ibu-ibu atau keluarga yang menengah ke bawah, dengan akses pendidikan dan ekonomi yang kurang. Konten, gaya materi, komunikasi, juga sangat disesuaikan.


Mungkin banyak yang nggumun dan ragu ikutan karena Keluarga Kita tidak terlihat sebagai metode pengasuhan yang islami. Tbh, menurutku, prinsip-prinsipnya ini sangat islami. Jika kamu mau membaca, belilah buku “Keluarga Kita”, itu buku andalanku dalam pengasuhan. Soalnya isinya cukup aplikatif.





Balik lagi ke perjalananku sebagai Rangkul. Singkat cerita, aku mengikuti dua dari tiga pelatihan rangkul, yakni sesi Hubungan Reflektif (HR) dan Disiplin Positif (DP). Aku tidak sempat mengikuti sesi ketiga karena sudah dekat dengan HPL. Selain itu, aku khawatir kelelahan karena jujur ajaa materinya bikin otak ngebul huhuhu.


Dari semua sesi yang aku ikuti, yang paling emosional itu sesi soal HR. Dari namanya saja sudah keliatan: Hubungan Reflektif. Pembahasannya gak jauh-jauh tentang bagaimana hubungan kita dengan circle terdekat: suami, orang tua, mertua. Dan bersama Keluarga Kita, aku jadi belajar tentang "Mencintai Dengan Lebih Baik". Aku jadi sadar bahwa bahasa cinta itu bisa ditunjukkan dengan beragam cara, namun, tidak semuanya bisa sampai ke anak atau anggota keluarga lainnya sebagaimana niat semula. Bahkan sering terjadi, bukan, ada anggota keluarga yang merasa disakiti oleh anggota keluarga yang lain hingga terjadi salah paham dan konflik yang berkepanjangan.


Aku inget aku harus menahan tangis saat melihat pemaparan materi dari Mbak Yuli. Di atas sudah aku jelaskan bahwa aku tahun-tahun itu sangat insecure sama diri sendiri. kadang, aku melihat aku bukanlah aku. Ada balutan hitam persis di film Soul yang seperti selalu berada di sekelilingku. Gumpalan hitam ini kadang membuatku enggan berbicara, nggak percaya diri, dan memilih untuk menepi. Ini aku alami juga waktu ikut kelas. Aku lebih banyak diam dan mencermati.


Peserta lain banyak banget yang heboh, seru, ada pula yang datang berombongan dari kota tertentu. Aku sendirian, nggak kenal siapa-siapa. Tapi di kelas itu, jadi kenalan sama banyak orang. 


Tahun 2019, setelah mengikuti pelatihan, harusnya aku bisa lebih aktif di Rangkul Sidoarjo, tetapi, anak keduaku butuh perhatian extra karena sedang anemia. Mahira pun nggak kalah demanding. Belum lagi urusan keluarga yang melelahkan. Kadang, jadwal sesi bentrok dengan urusanku dengan anak-anak. Saat itu, aku menjalani hari-hari yang sangat dinamis. Kadang datar, kadang bisa sangat mengagetkan. Nyaris aku terengah-engah dan kehabisan energi setiap hari. Jadi, aku memfilter kegiatan di luar dan kegiatan di Rangkul adalah salah satunya. Kendati demikian, aku tidak memutus silaturahim dan tetap mengikuti sesi sebisaku.


Alhamdulillah, pandmei ini ternyata membawa berkah tersendiri. Karena sesinya dilaksanakan secara daring, aku jadi bisa bergabung dengan teman sesama Rangkul untuk mengadakan sesi. Sudah dua sesi nih yang aku fasilitatorin, lumayan seru juga. Selain itu, karena aku sudah ngontrak rumah, jadi jadwal lebih longgar dan lebih terprediksi. Aku pun lebih bisa untuk mengatur keperluan diriku, keperluan keluarga, dan anak-anak.


Keterlibatanku di angkul ini menyalurkan inspirasi. Aku jadi bisa lebih banyak berbagi dan menulis tentang pengasuhan anak dan hubungan keluarga. Salah satu yang ingin aku bicarakan pada postingan selanjutnya adalah tentang emosi orang tua.


Tunggu di postingan selanjutnya, yaa.. Biar nggak kepanjangan kalau di sini. Hehehe.




13 komentar

  1. MasyaAllah keren mba.. biasanya orang yang mengalami trauma akan berteriak butuh bantuan. Sementara yang dilakukan mba malah berbeda. Menjadikan trauma itu sebagai bahan pembelajaran dan kemudian mau membantu orang lain yang mengalami permasalahan serupa. Salut mba.. ❤️

    BalasHapus
  2. Sepertinya saya pernah ikut deh di salah satu diskusi dengan Rangkul. Suka dengan namanya. Karena memang menghadapi problem insecure, salah satu caranya dengan dirangkul

    BalasHapus
  3. Terkadang kita gabung karena satu visi dan ingin berbagi pengalaman yang kita punyai agar saling menguatkan. Menjadi relawan tidak mudah tapi nilai pahala ok punya

    BalasHapus
  4. Biasanya dengan berbagi masalah akan lebih cepat selesai mba, atau ngumpul dengan orang2 yang satu circle pasti kita akan ngerasa senasib sepenanggungan,
    tapi mbanya keren euy, mengalihkan emosi dengan cara jd relawan

    BalasHapus
  5. Halo mbak nabila
    tos mbak
    aku juga rangkul
    emang pas banget ikut keluarga kita
    kita bisa saling belajar untuk jadi orang tua ya mbak

    BalasHapus
  6. Pernah tahu kayaknya deh tentang Rangkul yang sejauh ini memang banyak menolong para wanita terutama ibu dari berbagai kesulitan dan terkadang memang ibu butuh tempat berbagi untuk mendengarkan curhatnya karena tidak semua ibu beruntung memiliki suami dan keluarga yang bisa memahami kondisinya.

    BalasHapus
  7. Alhamdulillah mengikuti kata hati ya kak dengan bergabung di Rangkul jadi banyak dapat manfaat. Menunggu cerita selanjutnya

    BalasHapus
  8. ikut prihatin dengan masalah insecure yang mbak alami.. untungnya mbak segera speak up yaaaa jadi segera bisa tertangani.. terkadang keluarga mau bantu tapi kalo kita nggak speak up mereka gak akan tau kalo kita butuh bantuan.. tetep semangat berbagi ya mbak

    BalasHapus
  9. Senang ya, mbak pastinya punya komunitas yang bisa membuat kita jadi lebih baik dan bermanfaat bagi banyak orang

    BalasHapus
  10. Aku punya bukunya itu tapi jujur belum ku baca sampai selesai, wah setelah baca ceritamu disini jadi pengen menyelesaikan membaca bukunya.

    BalasHapus
  11. aku baru tahu mbak ada relawan rangkul ini. semoga banyak wanita dan ibu yang terselamatkan dengan adanya rangkul ini. aku juga ngerasa kalau jadi ibu itu gak mudah, apalagi ada trauma yang membekas.

    BalasHapus
  12. Mba aku malah baru tahu ada kelas rangkul ini dan lumayan juga ya bayarnya tapi suka dengan cara mba dan effort untuk atasi insecurenya :) ditunggu post selanjutnya

    BalasHapus
  13. Masya Allah smeogay apa yang mba lakukan menjadi ladang pahala aamiin. Salut mba.. berawal dari insecurity malah mba jadikan semangat untuk membantu orang lain. Padahal seharusnya insecurity kan membutuhkan orang untuk menolong kita. Sukses terus yah mba 😊

    BalasHapus