Baru nulis judulnya aja sudah membuatku kepengin nangis ahaha *gembeng*. Baiklah, kali ini aku mau bercerita sedikit tentang tiga bulan yang menyesakkan buatku. Tentang penyakit langka yang menimpaku selama dua kali pada bulan September dan Oktober tahun ini. Sebetulnya tidak hanya itu, pernah juga terbersit di benakku untuk berbagi pengalaman dan bercerita tentang kunjungan ke psikolog dan psikiater. Plus bercerita tentang keluhan yang aku alami sampai-sampai harus menenggak obat untuk membuat diri lebih stabil.
Tapi sepertinya itu nggak bisa aku ceritakan sekarang karena aku belum siap berbagi tentang keluhan psikisku. Kurasa, saat ini akan aku mulai dengan pengalaman terkena Eritema Multiformis, sebuah penyakit langka yang sebetulnya nggak terlalu genting tapi sangat menyiksa. Melalui tulisan ini, kuharap jika kelak ada orang yang mengidap penyakit yang sama dan mereka menemukan tulisanku, mereka tidak merasa sendirian.
Diagnosa Awal yang Tidak Jelas
Nama sakitku ini Eritema Multiformis tipe mayor di area rongga mulut. Istilah ini baru aku ketahui ketika sakitku kumat untuk kedua kali. Atas bantuan temanku yang seorang dokter (makasih buanget, Lia), aku dapat mengontak dokter penyakit mulut di RSGM Unair. Setelah melalui proses pemeriksaan selama dua jam lebih dan tes lab ini itu, dokter menyatakan aku mengalami eritema multiformis mayor di area rongga mulut. Nanti akan aku ceritakan bagaimana pengalamanku periksa di RSGM Unair.
Pertama kali aku mengalami sakit ini pada bulan September. Ndilalah kok ya munculnya seusai vaksin dan bepergian ke Malang. Awalnya aku kira herpes, karena aku memang memiliki riwayat herpes. Namun, herpesku ini dulu biasanya muncul di area bawah mata dan hanya muncul kalau aku sangat ngedrop. Kali ini, ia muncul di area dalam mulut yang tentu saja semakin menyusahkanku.
Gejalanya berupa lepuhan putih dan merah seperti sariawan. Tetapi, ini terjadi di seluruh area mulut, bibir, dan lidah. Air liurku juga menjadi lebih banyak, bibirku jadi lengket, menempel karena ada nanahnya. Bayangkan saja, bagaimana caraku makan? Aku makan dalam porsi yang sangat sedikit dengan rasa yang plain dan tekstur yang cair. Kondisi ini sangat mengoyak mentalku karena pada saat itu aku sendirian, ibuku sangat repot mengurus kedua anakku sementara suamiku kerja di luar kota. Sudah ngedrop dan sakit fisik seperti ini malah membuatku susah mengontrol pikiran dan muncul bayangan-bayangan aneh seperti keinginan untuk menyudahi hidup.
Aku pun segera mencari dokter spesialis kulit di Surabaya. Dari Google, aku bertemu dengan dokter YB yang sangat tidak aku rekomendasikan. Nanti aku cerita di postingan lain. Pelayanannya lama banget dan baru dapat obat H+1 periksa. Aku tidak kuat menunggu terlalu lama karena sudah sangat kesakitan. Akhirnya aku ke dokter langgananku sejak kecil, beliau dokter umum yang praktik di Pasar Juanda. Namanya dokter Harmono.
Beliau memintaku untuk periksa bakteri dan jamur di mulut di lab di dekat Alun-Alun Sidoarjo. Memberiku sejumlah obat, lantas dalam waktu dua pekan aku membaik. Itupun dengan 7 jenis obat yang harus aku minum setiap hari.
Saat aku tanya ke Dokter Harmono tentang penyakitku, beliau menjawab namanya Stomatitis Vulgaris dengan secondary infection bakteri. Memang betul ada bakteri di mulutku, tetapi, ketika aku googling “stomatitis vulgaris”, aku tidak mendapatkan jawaban yang pasti. Malah ketemunya istilah “pemvigus vulgaris”.
Ini sempat membuatku sangat ngedrop karena pemvigus vulgaris adalah salah satu penyakit autoimun. Gejalanya sendiri sangat mirip dengan yang aku alami. Namun, saat itu dokter tidak menyarankan aku untuk tes autoimun dan tes lainnya. Kebetulan dua minggu kemudian aku sembuh, jadi ya aku menurut saja.
Kambuh Lagi
Sekitar dua pekan setelah aku membaik, tepatnya setelah aku juga pulang dari luar kota dan makan kepiting di Pasuruan, aku kembali sakit. Aku kira hanya akibat alergi karena habis makan kepiting, meskipun ada bagian lain dalam diriku yang curiga dengan kambuhnya penyakit ini. Sebab, biasanya alergi muncul tepat setelah aku makan seafood. Sementara ini muncul kembali setelah dua hari makan kepiting.
Aku berusaha tetap tenang karena sudah ada obatnya. Aku langsung mengontak dokter dan mencegah penyakit ini kambuh lebih parah. Rasa puas menghampiriku karena aku merasa menang bisa menangkis penyakit yang gemar merenggut energiku.
Ternyata obat yang diberikan sama dokter Harmono tidak membuat sakitku berkurang. Malah semakin meluas dan lebih parah. Aku kembali kesulitan bicara dan makan. Aku sudah sangat parno dan tidak ingin kejadian seperti sakit yang pertama berulang. Sehingga aku putuskan segera mencari alternatif bantuan. Ini aku pun gerak sendiri. Sedih banget rasanya, sudah sakit dan harus mencari obat dan penyelesaian sendiri dalam kondisi badanku sangat lemas karena tidak banyak asupan yang masuk ke tubuhku. Syukurlah ada ibuku yang sempat memegang anak-anak, tetapi waktu yang dimiliki ibuku juga singkat karena beliau ada pekerjaan yang padat.
Satu-satunya yang muncul di benakku adalah mengontak teman SMPku, seorang dokter yang praktik di Sidoarjo. Dia mengarahkan aku ke RSGM. Melalui Lia, aku berhasil terhubung dengan beberapa dokter muda baru kemudian mendapat arahan yang jelas tentang alur pemeriksaan di RSGM.
Kedatangan pertamaku ke RSGM cukup berkesan. Karena aku harus melalui proses pemeriksaan selama lebih dari dua jam dan agak menyiksa karena penyakit mulut itu seringkali berkaitan dengan hal-hal yang lebih dalam. Seperti riwayat alergi, kondisi psikologis, hubungan dengan orang sekitar, dan banyak lainnya.
Dokter menanyakan banyak hal-hal yang cukup privat (dengan seizinku tentunya) hingga mengetahui dengan detail kemungkinan penyebab dari eritema multiformis yang aku alami dan bagaimana penanganannya. Selain itu, aku pun diarahkan untuk melakukan beberapa tes seperti tes alergi, tes herpes, tes jamur dan bakteri, serta tes autoimun. Hanya satu yang belum aku lakukan yaitu tes alergi obat karena belum diberi rujukan oleh dokter.
Dokter memberitahuku bahwa kondisi sakitku ini langka dan agak spesial. Dalam satu waktu, herpes di mulutku sangat tinggi, alergi total juga tinggi, dugaan terhadap alergi obat yang sedang aku konsumsi, ditambah kondisi tubuh yang kurang prima. Ini semua menjadi pemicu munculnya eritema multiformis. Beliaupun menyarankan aku untuk menghindari obat yang menjadi pemicu alergi dan berusaha untuk tidak terlalu capek dan stres agar penyakit ini nggak kumat lagi.
Sudah Lebih Sehat, Tapi…
Alhamdulillah saat ini aku sudah lebih sehat secara fisik jika dibandingkan dengan dua bulan lalu. Kendati demikian, aku masih susah mengembalikan semangat seperti dulu lagi. Beberapa kejadian yang hadir di hidupku dalam lima bulan terakhir cukup membuatku tertekan dan seringkali membuatku patah semangat. Seolah dunia menekanku sangat dalam hingga aku kehilangan ruang untuk bernafas. Aku jadi memilih untuk berjarak dengan media sosial, dengan pesan-pesan di WA, dan memfokuskan energi untuk pemulihan diri di dalam dan luar.
Kalau sudah begitu aku hanya berusaha mengingat-ingat pesan Kang Irfan Amalee tentang musibah. Bahwa musibah itu selalu tepat sasaran, selalu memiliki tujuan. Kalau ada musibah yang menimpa kita, itu berarti ya memang untuk diri kita. Ibuku seringkali membesarkan hatiku dengan berkata bahwa bisa saja musibah ini menjadi benteng penghalang agar musibah lain yang lebih besar tidak jadi datang. Momen ini juga aku gunakan untuk terkoneksi lebih intim dengan Tuhanku. Kadang perkara ikhlas, sami'na wa atho'na, dan qana'ah itu semakin menantang ketika ujian datang.
Terima kasih ya sudah membaca sampai selesai. Pengen tau juga, nih, apa dari kalian ada yang pernah mendengar penyakit ini? Aku juga kepengin tahu, bagaimana cara kalian bertahan ketika merasa begitu sendiri dan nyaris putus asa?
Wahhh gak kebayang gimana sakitnya itu, apalagi penyakitnya ada di area yang sering digunakan setiap hari, yaitu untuk makan dan minum. Sariawan aja udah menyiksa banget, apalagi yang seperti ini. Tapi hebat bisa terus sabar, dan terus berjuang untuk kesembuhan penyakit ini. Tapi jujur aku baru tau banget soal penyakit ini, aku paling parah cuma tipes dan itu rasanya gak enak banget. Cukup sekali dan gak mau mengulanginya lagi.
BalasHapusDengan membaca tulisan ini, saya tidak bisa membayangkan betapa pedihnya rasa sakit yang dirasakan. Karena pengalaman terparah saya karena sariawan mungkin tidak ada appa-apanya dibandingkan dengan apa yang sudah dirimu alami mbak.
BalasHapusSemoga lekas pulih ya mbak, agar bisa menjalani hari-hari dengana lebih semangat lagi.
Untuk bagian ini:
Bagaimana cara kalian bertahan ketika merasa begitu sendiri dan nyaris putus asa?
Untuk bertahan ketika semuanya sudah tidak bisa tertahankan adalah pasrah dan ikhlas menerima. Hal ini dilakukan agar pikiran jadi relaks dan fokus untuk mengatasi masalah tersebut. Dan, tidak lupa, saya mengkombinasikan dengan sholat malam dan membaca kitab suci.
Semoga lekas pulih ya mbak
Semangat ya, Mbak. Semoga bisa sembuh sehat lagi seperti sedia kala. Jujur kayaknya dulu (mungkin) pernah dengar nama penyakit ini waktu kuliah, cuma karena udah lama banget dan penyakitnya termasuk langka saya jadi lupa-lupa ingat. Tapi namanya kayak familiar gitu.
BalasHapusAlhamdulillah sudah terdiagnosa secara tepat, yang menderita kalau sudah wara wiri ke dokter macam-macam dan minum banyak jenis obat ternyata salah penyakit. Duh!
Insha Allah bismillah dikuatkan untuk melewati ini semua, Mbak..
Honestly, aku baru mendengar tentang penyakit ini. Dari penuturan nampaknya penyakitnya bukan penyakit ringan. Semoga terus dikuatkan dan diberi yang terbaik. Serta dikembalikan semangatnya seperti yang dulu.
BalasHapusHanya doa terbaik yang bisa saya sampaikan.
Sariawan aja udah menyiksa, nggak kebayang ini gimana sakit dan repotnya. Aku baru denger pertama kali nama penyakitnya. Pokoknya semangat buat kakaknya...
BalasHapusSemangat Bunda Biya.
BalasHapusInshaAllah segera pulih kembali dan beraktivitas normal serta rutin bareng anak-anak ya.
Doa dan peluk hangat virtual dari Lombok.
Bunda Biya kuat, setronggg dan ibu terbaik bagi anak-anak. Survive!. ^^
Jujur baru pertama kali dengar nama penyakit ini. Kebayang sariawan aja luar biasa ya sakitnya. Apalagi penyakit ini, pastinya bikin makan gak karuan. Tetap semangat ya mba, apapun itu insha Allah ada hikmahnya
BalasHapussaya baru pertama kali mendengar penyakit ini, pasti suatu keadaan yang sangat tak nyaman dan membuat hari-hari menjadi tak secerah biasanya. saya hanya bisa turut mendoakan dari sini ya, Bunda Biya. Semoga lekas pulih dan selalu dalam kondisi sehat, tidak kumatan, atau dimudahkan juga dalam proses pengobatan. terima kasih untuk sharing dlm blog post seperti ini, semoga dlm menulis turut serta meluntur rasa beban yang ada.
BalasHapusalhamdulilah udah membaik ya mbak
BalasHapusistilah kedokterannya baru aku denger, kalau istilah herpes pernah denger sebelumnya
aku kira penyakit herpes nggak bisa menyerang daerah mulut, ternyata ada banyak jenis juga ya mbak
semoga selalu diberi kesehatan mba
Semoga sehat selalu mbak, pengalaman yang sangat berharga untuk ditulis dan dibagikan.
BalasHapus