Tips Memilih Asisten Rumah Tangga Berdasarkan Pengalaman dan Riset

tips memilih asisten rumah tangga


Tips memilih asisten rumah tangga sudah berceceran di Google. Akan tetapi, kali ini aku akan memberikan tulisan yang lebih detail berdasarkan pengalaman pribadi, pengalaman followers di akun Instagramku @NabillaDP dan polling yang aku lakukan di Instagram.


Aku tergerak untuk mengangkat topik ini untuk pertama kalinya di blog setelah ada kasus Mawar AFI dan Pak Marsani. Sebetulnya aku nggak kepengin bahas detail kasusnya karena masih sangat berkembang. Bagiku, hal yang menarik adalah konflik antara ART dan pemberi kerja. Beberapa kali aku membaca dan mendengar kasus ART genit dengan majikan, tetapi, jujur aja baru kali ini yang sampai dinikahin sama majikan! Menurutku kalau sudah sampai bercerai dari istri lama dan menikahi ART, itu sudah wow banget kasusnya. Pantas saja bikin heboh Buibu se-Indonesia meskipun kasusnya sendiri masih berjalan. 


Kalian juga merasakan hal yang sama, nggak? Hahaha.


Berangkat dari hal itu, aku membuat obrolan ringan di Instagram. Ini obrolan kedua tentang ART. Sebelumnya aku pernah sambat online tentang kelakuan ARTku yang gemar meminjam uang. Aku juga pernah membagikan kiat mencari ART yang PP (pulang pergi) di Instagram.


Melalui tulisan ini aku akan membagikan tips memilih asisten rumah tangga dan kiat untuk mengurangi potensi konflik dan drama. Kamu bisa membacanya sampai tuntas agar mendapat manfaat tulisan yang utuh, ya.


Bunda Perlu Paham tentang Hak dan Kewajiban ART

ART pada tulisanku kali ini merupakan Asisten Rumah Tangga. Di beberapa kota besar, job desk ART hanya sebatas pada pekerjaan rumah tangga aja, tidak momong anak. Sementara kalau momong anak biasanya disebut nanny atau babysitter. Di kota lainnya, ada pekerja yang mau melakukan keduanya atau disebut serabutan. Istilah ART pada postingan ini merujuk pada ART sebagai asisten rumah tangga, nanny, dan rewang pada umumnya. Ada pula ART yang menginap dan PP atau pulang pergi.


Sebelum saya menulis tentang tips memilih asisten rumah tangga, saya ingin mengingatkan kembali mengenai posisi ART dan posisi kita sebagai pemberi kerja. ART itu berada dalam ruang lingkup kerja informal. Tidak ada regulasi resmi yang mengatur tentang minimal gaji maupun hak dan kewajiban ART.


Hal ini mengakibatkan beragamnya gaji dan jobdesk ART. Mengenai gaji sendiri tidak perlu mengikuti besaran UMR. Ada sebagian pemberi kerja yang memang memberi gaji cukup besar (biasanya dengan beban kerja yang besar pula) ada yang bisa separuh atau ¾ dari UMR. Biasanya hanya tergantung pada lokasi kerja dan beban kerja yang sangat personal atau tergantung majikan. Jadi sistemnya ya “setuju, ambil. enggak, tinggalin.”


Kondisi ini menguntungkan sekaligus membawa kerugian untuk kedua pihak. Menguntungkan bagi pemberi kerja dan ART karena pola kerja bisa fleksibel. Beban kerja menyesuaikan kebutuhan pemberi kerja, tidak terikat kontrak kerja (kecuali disebutkan demikian), serta pihak ART sendiri bisa mencari pekerjaan yang paling sesuai dengan kompetensi serta gaji yang diberikan.


Pada sisi lain, fleksibilitas ini juga membawa kerugian tersendiri. Kasus ART bermasalah seperti mencuri, suka mengambil barang, suka utang, galak sama anak, teledor, bekerja tidak optimal, kabur, merokok, kasus asusila, hingga kasus yang ekstrim seperti yang dialami oleh Mawar AFI dan Pak Marsani. 


Pemberi kerja bukanlah satu-satunya pihak yang kerap mengalami kerugian. Di Indonesia, masih santer terdengar majikan yang semena-mena. Memberi beban kerja yang tidak rasional, gaji kecil, sering dimarahi, dan banyak hal lainnya.


Hadirnya pihak ketiga terkadang bisa menjadi solusi. Seperti jasa penyalur ART yang sering kita temui di berbagai kota baik penyalur resmi maupun “makelar” ART perorangan. Akan tetapi, tidak jarang pula kasus juga terjadi akibat kelalaian pihak ketiga. Kalau ingin tahu berbagai macam kasus, bisa cek aja ke Instagram @reviewnanny, deh.


Cara Mencari Asisten Rumah Tangga yang Baik

Lalu gimana solusinya? Yang jelas, kita memang harus selektif mencari ART. Kalau perlu, buat pula perjanjian kerja dan hal-hal lain yang dapat mengantisipasi hadirnya konflik yang bikin makan ati.


Berikut beberapa tips mencari asisten rumah tangga yang baik dan amanah dariku. Tips ini aku tulis berdasarkan pengalaman pribadi (sejak kecil sudah memakai jasa ART sampai sekarang beranak dua! Hehehe) dan dari teman-teman online.


1. Pahami Kebutuhan Kita dalam Mencari ART

Coba Bunda nanya ke diri sendiri dan mengecek kondisi keluarga. Apa kebutuhan utama mencari jasa ART? Apakah untuk mengasuh anak saja, mengurus keperluan rumah saja, atau melakukan keduanya bersama-sama? Fyi, jasa ART tidak hanya digunakan untuk working mom, ya. Banyak ibu rumah tangga yang memakai jasa ART agar tidak kelelahan dengan pekerjaan rumah. Sehingga biasanya urusan rumah dan anak-anak dikerjakan bersama-sama. 


Kita bisa memberikan syarat yang rinci sesuai kebutuhan. Misalnya, calon ART harus orang yang tidak takut dengan anjing, sehat lahir batin, tidak gampang mabuk kendaraan, tidak jorok, bersedia pulang kampung setahun 3x, dan lain sebagainya. Ini semua sangat personal, ya.


2. Lihat Praktik Umum di Lingkungan Sekitar

Selanjutnya, Bunda bisa melihat praktik umum memakai jasa ART di lingkungan perumahan dan kota yang Bunda tinggali. Apakah ada pembedaan yang tegas antara ART dan nanny ataukah lazim bagi ART untuk bekerja serabutan? Bunda juga perlu mencari tahu di area tempat tinggal mengenai berapa gaji yang pantas untuk ART yang menginap dan PP. 


Tujuannya agar tidak mematikan harga pasar di lingkungan rumah serta mengurangi kecemburuan para ART. Biasanya mbak-mbak ART itu suka ngumpul sesama ART di lingkungan rumah, kan. Mereka juga pasti spill-spill beban kerja, gaji, dan bisa saja membandingkan kelebihan dan kekurangan majikan.


3. Berhati-hati Memilih Penyalur Kerja

Bunda bisa mencari ART dari penyalur kerja ART (biasanya banyak di kota besar), dari aplikasi (ada beberapa aplikasi penyalur ART), media sosial, hingga bertanya ke orang terdekat.


Semua ada plus minusnya. Biasanya kalau pakai penyalur resmi, ada biaya administrasi yang perlu kita keluarkan. Beberapa penyalur resmi juga ada yang memberikan pelatihan dasar dan memberikan jaminan tertentu. Sementara kalau menitip informasi melalui orang terdekat, paling kita hanya perlu memberikan uang tanda terima kasih.


Selama ini ibuku dan aku sendiri lebih memilih untuk menitip untuk dicarikan ART dari orang terdekat. Pernah Ibuku minta dicarikan oleh Mbahku di desa, Eyang di kampung, kenalan ART lama, hingga kenalan ART tetangga. Kami lebih suka memilih ART dari orang yang kami kenal agar kalau terjadi konflik tidak terlalu besar dan bisa segera mendapat penyelesaian. 


4. Minta Data Diri dan Lakukan Wawancara

Setelah kita mendapat informasi calon ART, sebaiknya kita segera meminta data diri. Bisa dengan meminta foto KTP, informasi dasar seperti tempat tinggal saat ini, asal, sudah berkeluarga atau belum, kenapa ingin bekerja menjadi ART, apakah sudah memiliki asuransi kesehatan dari pemerintah, dan lain sebagainya. Wawancara ini dapat kita lakukan secara mandiri melalui telepon, datang langsung, maupun di tempat penyalur ART.


Kita juga bisa menambahkan pertanyaan lain sesuai kebutuhan. Misalnya, kita perlunya ART yang tidak dikit-dikit pulang dan tidak terburu menikah. Bunda bisa menayakan mengenai inginnya pulang berapa bulan sekali? Kalau Bunda memiliki aturan yang ketat mengenai waktu mudik, bisa juga disampaikan ketika wawancara. Aturan mengenai mudik ini bisa dimusyawarahkan, bisa juga kita sendiri yang memberi aturan.


Tanyakan pula apakah ada rencana menikah? Kalau dia masih single, boleh kita tanya apakah memiliki pacar dan pacarnya tinggal di mana? Pertanyaan yang bersifat privat ini menurutku penting apalagi untuk ART yang menginap karena ketika kita mempekerjakan ART menginap, itu berarti kita sudah memasukkan mereka ke dalam wilayah “keluarga”. Kalau ART punya pacar dan sering diapelin, kita juga yang bisa ditegur oleh Pak RT. Kalau Mbak ART lagi LDR, bisa-bisa suka telponan sampai pagi dan membuat pekerjaan di rumah jadi terbengkalai.


5. Tanyakan Tanggungan Secara Finansial

ART bekerja itu ya pasti tujuannya untuk mendapatkan uang. Masalahnya, apakah uang ini sekadar untuk kebutuhan diri sendiri, untuk membantu pemasukan keluarga, untuk melunasi utang, atau hal lain? 


Tanggungan finansial ini bakal berpengaruh ke kinerja dan na’udzubillah, bisa juga kalau ART-nya kurang baik, akan merembet ke masalah kriminal. ART yang memiliki beban finansial cukup berat cenderung bekerja dengan kurang rileks. Sebetulnya ya sama saja seperti kita, gitu. Beban finansial ini juga bisa membuat ART meminjam sejumlah uang kepada kita.


6. Cari Tahu Media Sosialnya

Kita kalau lagi mengajukan lamaran kerja seringkali mencantumkan media sosial. Biasanya perusahaan bakal kepo sama isi medsos kita. Sebagai pemberi kerja, kita juga bisa begitu. Kita bisa melakukan pengamatan secara diam-diam dengan mencari di media sosial. Kadang ketemu dengan mudah, tetapi tidak jarang ART memakai username yang berbeda di media sosial. Jika ingin lebih mudah, tanyakan saja pada ART mengenai media sosial yang mereka punya.


Bukan bermaksud menghakimi, sih. Tetapi, media sosial biasanya mampu memberi gambaran singkat tentang ART. Ada ART yang suka joget-joget di TikTok, ada yang nggak punya medsos sama sekali, ada yang agak centil dan suka banget dandan, ada pula yang suka berfoto dengan baju-baju seksi. Ada, lhooo.. jangan salah! Hahaha.


7. Pertimbangkan Usia ART

Sekarang ini pencari kerja itu bermacam-macam usianya. Ada yang dari 16 tahun sampai 45 tahun. Kembali lagi ke kebutuhan kita ya, Bunda, mencarinya yang seperti apa. Biasanya, ART yang berusia muda itu lebih memiliki energi untuk bermain bersama anak-anak. Ini sangat bermanfaat bagi kita yang memiliki anak berusia toddler. ART berusia muda juga biasanya tidak gaptek. Terkadang bisa kita minta tolongin untuk menemani anak sekolah online jika kita sedang kerja.


Akan tetapi, risiko tetap ada. ART usia muda sangat rentan pulang kampung untuk segera menikah. Biasanya dapat kerja 3 bulan saja sudah dipanggil orang tuanya untuk menikah. Jika pun ART masih single, bisa saja terlibat cinlok dengan pekerja di sekitar. Misalnya dengan tukang, satpam, sampai orang jualan sayur! Hehehe. Belum lagi kalau ART ini punya pacar. Kalau pacarnya sopan saat ngapel sih nggak papa, lha kalau agak kurang ajar? Berbahaya kan, Bund! Aku pernah dapat ART yang punya pacar rese banget. Suka teleponan sampai subuh dan menghasut Mbak ART untuk berbohong sama aku.


Ada pula kelemahan ART usia muda lainnya yakni biasanya suka protes sama gaji. Pengalaman kerja mereka kan masih minim. Jadi, terkadang suka membandingkan antara gaji di satu tempat dengan tempat yang lain. 


ART yang lebih tua (di atas 35 tahun) biasanya lebih telaten sama anak dan punya skill tertentu yang telah terasah, seperti skill masak. Mereka juga biasanya telaten dengan pekerjaan rumah karena sudah biasa. Namun, masalahnya ada pada energi mereka. Pastinya kalau sudah berumur bakal memiliki energi yang berbeda dengan yang lebih muda. ART berusia tua juga sering gaptek. Jangan berharap muluk-muluk bisa menemani sekolah anak, ya. 


Aku sendiri sudah merasakan memakai jasa ART pada berbagai usia. Ada yang masih muda banget (usia 16 tahun), ART usia muda (19-23 tahun), ART ibu-ibu (usia 35 tahunan), janda muda, hingga sekarang aku memakai jasa ART yang sudah berusia sekitar 45 tahun dan sudah janda. Jujur saja aku lebih nyaman yang agak tua begini karena tidak ada tanggungan finansial yang besar, tidak kebelet nikah dan buru-buru pulang (biasanya kangen cucu aja), dan tidak terlalu rewel. 


Penting: Kontrak Kerja dengan ART

Salah satu upaya yang bisa kita lakukan agar tidak terlalu banyak drama dengan ART adalah membuat kesepakatan kerja/perjanjian kerja/kontrak kerja. Kontrak kerja ini bisa kita lakukan secara lisan, tertulis (melalui WhatsApp), serta perjanjian hitam di atas putih.


Perlu kita ketahui bahwa perjanjian ini mengikat kedua belah pihak. Bisa kita buat secara sepihak atau kita musyawarahkan dengan penyalur kerja. Kontrak kerja dengan ART ini bisa kita sodorkan langsung ketika wawancara maupun kita buat setelah wawancara. Ini berarti kita membuat kontrak kerja setelah mendengar kondisi calon ART.


Hal-hal yang sebaiknya kita bicarakan atau atur dalam kontrak kerja adalah:

Pertama, hak dan kewajiban ART. Bicarakan gaji dan fasilitas lain seperti uang makan, peralatan sehari-hari (skincare, pembalut, dan peralatan mandi), kondisi kamar dan kamar mandi, pakaian, ongkos pulang, swab antigen/PCR, bonus, THR, dan lain-lain. Tulis juga kewajiban ART mencakup apa saja serta sampaikan pula jam kerja ART.


Kedua, do’s and don’ts. Sampaikan pada ART mengenai apa saja batasan-batasan di rumah. Ini berlaku bagi ART yang menginap dan PP. Apabila ART kita pasrahin untuk mengasuh anak, sebaiknya kita mengajari hal-hal dasar tentang pengasuhan anak. Ini aku lakukan pula pada ARTku. Aku memberi tahu agar tidak mudah mengancam anak dengan mengatakan “nanti dimarahin bunda, lho” ketika aku tidak sedang marah.


Beberapa parents memberlakukan pembatasan memposting foto anak di medsos. Hal ini juga sebaiknya kita sampaikan ke ART agar tidak memposting apapun tentang privasi keluarga di medsosnya.


Terkadang ada ART yang agak genit seperti keluar kamar mandi hanya menggunakan handuk. ART ku yang lama ada yang begini, nih. Nah, larangan ini juga perlu kita sampaikan agar tidak terjadi potensi kasus yang tidak kita inginkan.


Ketiga, konsekuensi pelanggaran atau sanksi. Kalau Bunda ingin memberlakukan ketegasan dengan jelas, sebaiknya klausul mengenai sanksi ini kita sampaikan pula dalam perjanjian. Sanksinya apa saja tergantung kita. Akan tetapi, jangan semena-mena, ya Bunda. Saranku, sanksi ini hanya mengatur tindak kejahatan secara umum. Misalnya apabila terbukti melakukan pencurian atau tindakan asusila. Jadi tidak terlalu menekan mental ART dan mereka tidak terbebani dengan bayang-bayang pemotongan gaji. 


Aku sendiri tidak pernah melakukan pemotongan gaji. Sekalipun pada beberapa kasus, aku sangat dirugikan oleh tindakan ARTku. Pernah kameraku jatuh dan lensanya jadi rusak akibat kelalaian ART. 


Keempat, hal lain-lain. Sebaiknya, hal lain yang akan muncul selama waktu kerja dapat dibicarakan dengan baik di luar perjanjian. Bagaimanapun juga biasanya ada saja hal-hal yang mendadak. Misalnya anggota keluarga ART ada yang sakit sehingga harus pulang, ada musibah tertentu, atau halangan lain. 


Penutup

Bunda, itu tadi beberapa tips memilih asisten rumah tangga dariku. Tips ini tidak menjamin ART yang Bunda pilih bakalan less drama, ya. Setidaknya kita sudah melakukan upaya antisipasi dan meminimalisir terjadinya permasalahan ketika mempekerjakan ART.


Apakah Bunda punya tips lain dalam memilih asisten rumah tangga yang baik? Boleh lho kalau mau membagikan di sini.






3 komentar

  1. Belum masuk ke fase ini, tapi melihat lingkungan sekitar, sepertinya urusan berkaitan dengan ART ini sangat kompleks ya. Dan menjadi problematika banyak orang, terutama pasangan yang keduanya bekerja. Pasti butuh banget yg namanya ART. Terimakasih tips nya mbaa, disimpan dulu buat masa depan ehehe

    BalasHapus
  2. ini yang dulu pernah Mba Nabila share di IG yaa? perihal huru hara mencari ART yang cocok. Hmm.. zaman sekarang cari ART memang susah yaa mba, kadang banya yg gak betahan atau gak bisa kerja dengan serius.. ART juga bisa terdistraksi sama sosmed

    BalasHapus
  3. Mencari ART memang sangat sulit, Mbak. Yang rajin banyak, tapi yang jujur sangat jarang. Malah banyak yang menjadi ART sekadar mencari uang, jadi pas bekerja tidak sepenuh hati.
    Makanya kadang kalau ada yang sudah dapat ART cocok, itu bakalan bekerja lama dengan keluarga itu.

    BalasHapus