Menyadari dan Menerima Berbagai Masalah Ibu Rumah Tangga

masalah ibu rumah tangga



Masalah ibu rumah tangga itu ada sak umbruk alias banyak banget. Perlu kutulis banget, nih, di awal postingan karena memang itu faktanya. Betul bahwa kita bisa menekan masalah-masalah ini menjadi lebih sempit, tentunya dengan persiapan yang matang sebelum menikah dan memahami bagaimana mengatasi masalah ketika sudah menjalani pernikahan.


Tulisan ini aku buat berdasarkan pengalamanku menjadi ibu rumha tangga selama 6 tahun pernikahan. Aku belum pernah bekerja kantoran dan sejak lulus kuliah S2, aku memilih bekerja di rumah sambil menjadi IRT. Masalah keuangan, mental, kesendirian, minder, you name it, rata-rata sudah kualami semua. Hm.. bentar, apakah aku harus bangga? Haha kayaknya enggak, yaa..


Tetapi, setidaknya, sekarang aku bisa belajar dari berbagai masalah ibu rumah tangga yang sudah lalu dan membagikannya di sini. Tulisan ini bisa bermanfaat untuk kamu yang akan menjadi ibu rumah tangga atau berencana menikah dan untuk kamu yang sedang menjalani peran sebagai ibu rumah tangga.


Kenapa IRT Lebih Rentan Mendapat Masalah?

Masalah yang aku maksud di sini adalah keuangan, kesehatan fisik, kesehatan mental, serta masalah sosial. Aku masih sering menyaksikan teman-temanku yang menjadi IRT mengeluh karena mengalami tekanan yang membuat mereka kurang nyaman. Tekanan itu datang dari internal keluarga dan ada pula yang dari eksternal.


Padahal, mungkin mereka sudah bahagia dengan pilihannya sebagai IRT. Sebagian lagi, mungkin sudah memiliki bisnis sampingan di rumah selain menjalani peran sebagai IRT. Tapi, tak jarang komentar tak sedap membuat para bunda ini terusik. 


Ibu rumah tangga itu menurutku pilihan yang mulia. Aku sendiri terkadang masih memberi penutup “cuma” dan “aja” setelah menyebut kata “ibu rumah tangga” ketika orang bertanya tentang aktivitasku sehari-hari. Aku masih kesusahan untuk mengangkat rasa percaya diri, kendati aku sudah bisa memanen berbagai manfaat ketika menjadi IRT sambil bekerja di rumah.


IRT seringkali mendapat berbagai masalah karena menurutku beberapa IRT termasuk kelompok yang “rentan”. IRT tidak mendapat penghasilan tetap berupa rupiah atas kerja kerasnya mengurus rumah, sekalipun semua kegiatan itu bernilai ekonomi. Kalau ada IRT yang memiliki suami yang baik hati dan mencukupi seluruh kebutuhan diri dan rumah, itu tentu keberkahan yang perlu kita syukuri dan tidak termasuk pada kategori yang sedang kubicarakan.


Selain itu, untuk sebagian IRT yang memilih tidak menyewa jasa asisten rumah tangga, mengurus seluruh keperluan rumah itu tentu sangat melelahkan. Rasa lelah ini dapat memicu sakit fisik dan mental. Kita sering dengar nasihat: ibu tidak boleh sakit. Soalnya, kalau ibu sudah tumbang, keseimbangan keluarga juga akan terganggu.


Kemudian, kalau lagi reuni sekolah atau kuliah, biasanya ada juga yang tiba-tiba saja memandang rendah karena kita memilih menjadi IRT dan tidak bekerja kantoran. Aku pernah mendapat pengalaman tidak menyenangan ini. Suatu hari, aku bertemu teman lama di sebuah cafe. Kami bertukar kabar dan dia menanyakan tentang aktivitasku. Aku berkata padanya bahwa aku sedang bekerja, karena memang saat itu aku sedang menulis artikel dan hanya malam itu lah aku memiliki waktu luang.


Kaget sekali aku tiba-tiba saja memberi nasihat yang tidak kuminta sama sekali. Dia berkata, “Kamu cobalah cari kerja, Bil. Biar enggak tergantung sama duit suami, jadi kamu punya duit sendiri.”


Komentar ini terasa lucu bagiku karena baru saja semenit yang lalu aku berkata padanya bahwa aku sedang bekerja. Kedua, dia sama sekali tidak mengetahui tentang kondisi perekonomianku, bidang yang kukerjakan, serta tanggungjawabku di rumah. Mungkin dia menghakimiku hanya dari smartphone dan laptop yang aku gunakan.


masalah mental ibu rumah tangga


Ragam Masalah Ibu Rumah Tangga dan Tips Mengatasinya

Dulu ketika aku masih single, aku lebih mudah menerima nasihat bahwa masalah itu mendewasakan dan pasti membawa hikmah. Sekarang, ketika sudah berkeluarga, aku justru kerap mengeluh dan pusing kalau ada masalah yang berat. Kepenginnya yang enak-enak aja terus. Padahal, yang kayak gini mustahil banget, kan?


Sekarang, aku lebih menyukai mendengarkan nasihat yang lebih rasional ketika sedang menghadapi masalah. Terima aja dulu. Biarkan masalah itu lewat agar roda kehidupan kita tidak tersedat. Seorang ahli NLP pernah memberiku saran bahwa kita bakalan lebih cepat menemukan solusi apabila kita menyadari dan mau menerima kehadirannya sebagai sebuah situasi yang umum, bukan sebagai sesuatu yang harus kita hindari. Lebih baik lagi kalau kita lekas menyadari di mana peran kita atas masalah tersebut. Kalau masalah itu terjadi atas kesalahan kita baik sedikit ataupun banyak, ya akui saja. Be gentle. Akui lalu perbaiki. 


Pola pikir ini memudahkanku untuk menemukan solusi dari berbagai cobaan yang aku alami ketika menjadi ibu rumah tangga. Berikutnya, akan ku beberkan ragam masalah ibu rumah tangga dan bagaimana kita bisa menanganinya. Beberapa masalah dan kiat di bawah ini adalah yang hasil pengalaman pribadi dan pengamatan dari pengalaman beberapa teman.


Masalah Keuangan

Pernah kudengar dari bit stand up comedy Pandji (tapi aku lupa yang mana) bahwa pertengkaran pertama yang terjadi dalam rumah tangga biasanya soal keuangan. Bener, gak?


Aku tidak terlalu mengingat pertengkaran pertamaku dengan suami. Antara dia yang lupa ngasih kabar, atau masalah kebersihan, atau soal keuangan. Yang jelas, masalah keuangan keluarga ini cukup menghantam kami pada awal pernikahan. Syukurlah isu ini tidak datang dari internal, melainkan eksternal, tetapi ya lumayan keras sih pukulannya *ouch.


Masalah keuangan ini masih banyak banget dihadapi sama kita karena pasangan milenial umumnya tidak mendapat edukasi keuangan yang cukup baik dari orang tua. Jadi, ngomongin duit itu kayak wagu. Berapa banyak, sih, dari kalian yang buka-bukaan soal gaji dan beban keuangan sama pasangan jelang pernikahan? Kebanyakan dari kita tuh percaya aja bahwa menikah itu membawa rezeki, nantinya juga bakal ada jalan.


Nasihat seperti itu tidak salah, hanya saja tidak tepat untuk diterpakan ke berbagai kondisi. Transparansi dan komunikasi finansial bersama pasangan itu harus tetap diupayakan, kalau bisa ya sebelum pernikahan. 


Selanjutnya, apa aja, sih yang sebaiknya kita bicarakan?

Kalau kamu belum menikah, coba tanyakan pandangan ia tentang pengelolaan keuangan. Apakah dia gemar menabung, mengenal investasi (syukur-syukur kalau sudah memulai), memiliki produk asuransi, dan bagaimana pencatatan uang keluar masuk ala dia. Kalaupun jawabannya belum “sebagus itu” atau sesuai harapan kamu, kamu bisa mengecek lagi tentang seberapa besar kemauannya untuk mempelajari atau membangun kebiasaan yang baik tentang pengelolaan keuangan.


Sementara apabila kamu sudah menikah, mungkin kamu sudah mulai mengalami beberapa masalah. Misalnya, menjadi sandwich generation atau generasi kecepit yang menanggung beban ortu dan memiliki anak kecil untuk kita rawat, memiliki beban untuk melunasi utang mertua atau orang tua, pemasukan yang kurang cukup untuk kebutuhan sehari-hari, harus menyekolahkan adik, memiliki sakit parah dan butuh perawatan, hingga terdampak oleh pandemi.


Saran pertama yang bisa kuberi apabila kamu dan suami sedang diterpa badai keuangan adalah kompak dan saling berpegangan. Itu aja dulu.. Kemudian, cobalah untuk mengurai masalah satu per satu. Jika kamu sedang mengalami masalah sebagai generasi sandwich, kamu bisa membaca tulisanku tentang beberapa tips untuk menangani masalah keuangan pada generasi sandwich.


Apabila kamu memiliki persoalan lain, carilah solusi yang tepat sesuai masalah yang kamu hadapi. Sebaiknya, hindari juga solusi yang bersifat instan. Misalnya, kalau kamu butuh modal tambahan, cobalah untuk mencari permodalan yang aman dan pinjaman mikro. Ada program dari pemerintah untuk ini. Jika masalahmu adalah soal pengeluaran yang masih besar, usahakan untuk mencatat pengeluaran setiap bulan dan kamu evaluasi, pos mana aja yang sering bocor. Kamu juga bisa mencari pemasukan tambahan lewat bisnis yang bisa kamu kerjakan di rumah. 


Aku juga menyarankan untuk mengikuti program KB. Bebas aja mau pilih KB yang disarankan oleh pemerintah atau KB alami. Yang penting, tahan dulu keinginan untuk menambah anak apabila kita masih ada kesulitan ekonomi yang cukup besar. Memiliki anak pada kondisi kita sudah siap tentu akan lebih menenangkan, baik untuk kita sebagai ortu maupun untuk anak. 


masalah keuangan keluarga


Masalah Kesehatan Fisik

Ada beberapa bunda yang gampang banget sakit serta memiliki masalah yang spesifik terkait sistem reproduksi. Persoalan ini sebetulnya bisa dicegah sebelum menikah. Apabila kamu memiliki budget lebih, agendakan untuk medical check-up bersama pasangan. Beberapa laboratorium biasanya memberi promo untuk sesi ini. Medical check-up bisa berupa cek darah dan urine secara umum, cek HIV, serta cek kesehatan rahim. 


Sebaiknya kamu juga mengomunikasikan pada pasangan apabila memiliki alergi atau riwayat penyakit tertentu pada keluarga. Masalah kesehatan ini sebaiknya tidak dinomorduakan, ya, karena biasanya merembet juga ke masalah yang lain seperti finansial. 


Kamu juga bisa menekan beban masalah kesehatan dengan memiliki asuransi kesehatan, baik yang disediakan oleh perusahaan asuransi maupun oleh negara. Aku juga memiliki masalah kesehatan yang cukup serius hingga membuat aku kesusahan makan dan ngedrop banget. Kurasa, semakin kita tambah usia, masalah kesehatan ini bisa sangat aneh-aneh.


Aku sendiri mencoba melakukan beberapa pencegahan agar masalah kesehatan tidak semakin parah dan merembet kemana-mana. Mulai dari merutinkan olahraga dan mengatur pola makan atau diet santai. 


masalah ibu rumah tangga


Masalah Kesehatan Mental

Masalah mental yang dialami ibu rumah tangga ini juga ada yang berhubungan dengan kesehatan fisik atau tubuh. Bisa kukatakan, kedua hal ini berhubungan banget. Ada beberapa penyakit yang bisa menyerang organ tubuh kalau mental kita lagi bermasalah, seperti psikosomatik, bipolar, gangguan kecemasan, dan lain sebagainya.


Jika kamu belum menikah, kamu bisa melakukan psikologikal check up dengan mengunjungi psikolog terdekat. Jangan khawatir, sekarang kamu bisa mengakses psikolog dengan biaya yang lebih terjangkau (dan ada pula yang ditanggung BPJS) di puskesmas. Tujuannya agar kamu mengetahui masalah psikis yang pernah kamu alami secara tidak sadar, seperti childhood trauma maupun potensi masalah mental yang akan kamu hadapi nantinya. 


Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa ibu rumah tangga rentan stres dan mengalami persoalan mental lainnya. Masalah mental yang dialami ibu rumah tangga ini selain berhubungan dengan kesehatan fisik juga akan sangat berpengaruh pada kesiapan kita saat menyambut buah hati nantinya. Psikis kita juga berperan banget ketika kita mengasuh dan mendidik anak.


Apabila kamu sudah menikah dan baru-baru ini menyadari ada masalah mental, kamu bisa mengatasi masalah kesehatan mental dengan bantuan profesional seperti psikolog atau psikiater. Boleh aja sih curhat ke suami, teman, atau sahabat, tentunya bakal lebih hemat. Kalau dengan curhat dan kamu merasa bebanmu sudah lebih berkurang, ya alhamdulillah, mungkin kamu tidak perlu penanganan lebih lanjut. 


Selain konsultasi dengan profesional, journaling, merutinkan olahraga, dan menjaga pola makan juga bisa menjadi cara mengatasi stres ibu rumah tangga dan sangat berpengaruh pada kondisi mental kamu. Cobalah untuk menggali wawasan tentang ini, ya. Sudah banyak akun yang membagikan informasi serupa. 


cara mengatasi stres ibu rumah tangga


Masalah Sosial

Masalah sosial yang aku maksud ini pergaulan atau lingkar pertemanan yang semakin terbatas, tidak adanya jenjang karir pada pilihan sebagai IRT, serta rasa minder atas pandangan buruk sebagai IRT. Ketiga persoalan ini umum banget dialami sebagai IRT.


Pernah juga aku mengalami masa-masa tidak memiliki teman karena aku menikah pada usia yang muda. Ketika itu, teman-temanku sedang sibuk meniti karir. Sekarang ketika teman-temanku baru menikah atau baru memiliki anak, kondisinya berbalik. Malahan aku yang memiliki waktu luang lebih banyak karena anakku sudah agak besar dan tetap saja kesulitan bertemu teman-temanku karena waktunya yang kurang pas. 


Lingkar pertemanan yang kian mengecil ini adalah hal wajar. Persoalan jarak, kegiatan yang berbeda, masalah internal yang enggan kita diskusikan, serta faktor lain membuat hal ini makin kentara. Kita hanya perlu tetap menjalani dan menjaga lingkaran kita dengan orang-orang yang baik dan berkualitas untuk kita. 


Sementara untuk masalah jenjang karir dan rasa minder karena tidak bekerja kantoran seperti perempuan kebanyakan, kurasa satu-satunya cara yang efektif adalah dengan mengubah pola pikir dan mengetahui apa sebetulnya kebutuhan diri kita. Biasanya rasa minder itu ada karena kita memiliki kebutuhan untuk diakui, kebutuhan untuk eksistensi, tetapi tidak tersalurkan dengan baik.


Kamu bisa menanganinya dengan memulai aktivitas di rumah. Bisa dengan bekerja di rumah, memulai pekerjaan baru apabila kamu baru saja resign, menjalankan hobi, serta mengikuti berbagai komunitas yang sesuai dengan minat kamu. 


masalah sosial ibu rumah tangga


Masalah Pengasuhan Anak

Coba jawab pertanyaan ini: sebelum menikah, apakah kamu tahu tentang pengasuhan anak? Kurasa rata-rata akan menjawab tidak. Sebagian dari orang tua milenial buta akan pengasuhan anak. Seringkali kita memakai metode orang tua lalu baru deh kerasa kalau ada sesuatu yang tidak tepat. Selain itu, karena kita sudah banyak terpapar oleh informasi digital, kita jadi mengenal kalau ada banyak banget pola parenting. Ada yang mindful parenting, helicopter parenting, dan banyak lainnya. 


Masalah pengasuhan anak itu bisa macam-macam sesuai usia. Ada ibu yang bermasalah dengan masalah asupan anak, stimulasi, kecanduan gadget, dan banyak hal lainnya. Kalau kamu belum menikah, cobalah untuk mencuri start dengan belajar pengasuhan anak yang tepat. Kalau kamu seorang muslimah, kusarankan untuk belajar tentang pengasuhan anak secara umum dan islami. Konsep pengasuhan secara islami dan umum pun sebaiknya tidak dipertentangkan, akan tetapi kita buat untuk saling melengkapi. 


Di mana belajarnya? Ada kelas yang dapat kusarankan yakni mengikuti sesi Rangkul Keluarga Kita, membeli kelas pengasuhan di Keluarga Kita (biasanya di kelas.mu), membeli kelas parenting di Udemy, dan mengikuti pelatihan parenting oleh mentor yang kredibel dan sudah kamu percayai. Kurasankan untuk mengambil mentor yang memiliki basic atau latar belakang psikologi anak atau keluarga juga, ya. Satu hal yang juga paling utama dan penting dalam pengasuhan anak adalah kompak dengan pasangan.


Ibu dan Ayah harus seirama dalam menentukan pola parenting. Jika ada perbedaan, anak bakalan bingung dan mereka bisa dengan cerdik memilih makan pola yang paling mudah serta menguntungkan bagi mereka sendiri. Cukuplah perbedaan pengasuhan ada pada kita dan generasi nenek-kakek saja.. usahakan ayah dan bunda selalu kompak, ya :)


masalah parenting orang tua milenial


Penutup

Tentunya masih ada banyak masalah pada ibu rumah tangga yang lebih spesifik yang mungkin dialami oleh Bunda lainnya. Empat persoalan yang aku sebutkan di atas itu biasanya kerap menjadi “persoalan induk”. Begitu pula beberapa saran dan solusi yang aku sebutkan di atas, merupakan solusi dasar yang dapat kita tempuh.


Kalau bunda, apakah memiliki tips lain ketika sedang mendapat masalah saat menjalani peran sebagai IRT? Boleh bagikan pengalaman di kolom komentar, yuk. 


Tidak ada komentar